Kritik yang kontruktif mengungkapkan sesuatu yang baik & positif untuk memperhalus kritik atas kekurangan seseorang..-
Paula Abdul, penyanyi, mantan juri American Idol.
Jumat, 29 Maret 2013
Kamis, 28 Maret 2013
BUS 147: "Happy Ending atau Tragic Ending"
Dalam tayangan televisi kemudian terlihat sang penyandera diseret
masuk ke dalam mobil polisi dan dilarikan setelah berhasil menerobos
lautan manusia. Sementara gambar lain memperlihatkan perempuan yang
disandera dibopong polisi dalam kondisi tewas dengan darah membasahi
sekujur tubuhnya.
Adegan di atas merupakan klimaks dari drama penyanderaan sebuah bus
di Rio de Janeiro, Brazil, yang disiarkan langsung hampir semua
televisi di negeri itu dan disaksikan jutaan pasang mata penonton.
Drama penyanderaan itu kemudian diangkat dalam film dokumenter berjudul
“Bus 174”.
Film dokumenter yang mengguncang perasaan jutaan penonton itu saya
saksikan di Festival Film Dokumenter di Erasmuis Huis Jakarta. Saat itu
ada dua film dokumenter yang saya tonton, yang sangat kontradiktif
antara film pertama dan film kedua.
Film kedua yang saya tonton berjudul “El Sistema” yang menggambarkan
kehidupan anak-anak dan remaja di sebuah kampung kumuh di jantung kota
Venezeula, Amerika Latin. Ada persamaan antara film pertama dan film
kedua. Sama-sama bercerita tentang anak-anak yang tinggal di kampung
miskin. Tapi, akhir cerita kedua film itu berbeda bak langit dan bumi.
Di dalam film El Sistema digambarkan betapa kampung padat penduduk
dengan gang-gang sempit itu merupakan perkampungan miskin yang sarat
kejahatan. “Setiap hari saya melihat anak-anak di sini berdagang
narkoba,” ujar seorang bocah yang diwawancarai. “Di sini juga anak-anak
muda bawa pistol dan kerap terjadi baku tembak. Saya takut. Saya ingin
keluar dari kampung ini.”
Untung ada sekolah musik gratis yang dirintis oleh Jose Antonio Abreu, seorang pemusik, aktivis, dan tokoh pendidik di negeri itu, yang berhasil menjadi lorong bagi anak-anak miskin di kampung itu untuk keluar dari kegelapan.
Untung ada sekolah musik gratis yang dirintis oleh Jose Antonio Abreu, seorang pemusik, aktivis, dan tokoh pendidik di negeri itu, yang berhasil menjadi lorong bagi anak-anak miskin di kampung itu untuk keluar dari kegelapan.
Dengan segala keterbatasan fasilitas dan dibantu para relawan yang
sangat berdedikasi, anak-anak di kampung itu diajari bermain musik.
Ujung dari semua itu, mereka kemudian berhasil tampil memukau dalam
pertunjukkan orkestra berkelas dunia.
Sementara itu, Sandro do Nascimento, pemuda pembajak bus nomor 174
itu, tumbuh dalam situasi yang jauh berbeda. Pada saat usianya baru
menggapai lima tahun, dia menyaksikan ibunya ditikam hingga tewas di
depan matanya. Sejak itu Sandro kecil “melarikan diri” dari kehidupan
kanak-kanak yang indah, dan “tenggelam” di jalanan. Bersama anggota
geng lainnya, dia menjelajah kehidupan keras dari lampu merah ke lampu
merah di Rio de Janeiro.
Pada saat usianya menanjak remaja, Sandro sudah berkali-kali masuk
penjara. Di film dokumenter itu juga diungkapkan kondisi kamar-kamar
penjara yang mengerikan. Selain kotor dan sempit, satu sel dijejali
puluhan tahanan. “Bahkan untuk berdiri saja susah,” ujar reporter di
film itu. “Sandro yang waktu itu masih remaja juga mengalami kondisi
itu. Mereka tidur di sel dalam posisi berdiri.”
Di penjara ini pula dikisahkan Sandro mendapat perlakuan yang tidak
manusiawi. Tak heran jika dalam salah satu teriakannya kepada para
petugas hukum yang mengepung bus yang dibajaknya, Sandro menantang
mereka. “Kalian sekarang takut kan? Mengapa kalian hanya berani ketika
aku berada di dalam penjara?”
Jika kita hanya menonton adegan penyanderaan bus yang sangat mencekam
itu, kita akan segera membenci dan menjadikan Sandro musuh bersama.
Pikiran dan perasaan kita terwakilkan dari kemarahan masyarakat yang
terlihat saat menonton penyanderaan tersebut.
Hampir semua orang yang diwawancarai mengecam petugas yang tidak juga menembak mati Sandro, pada saat dimana sang penyandera itu beberapa kali menjulurkan kepalanya keluar bus. Momen itu seharusnya dengan mudah dimanfaatkan penembak jitu yang sudah mengepung bus tersebut untuk menembak kepala Sandro.
Hampir semua orang yang diwawancarai mengecam petugas yang tidak juga menembak mati Sandro, pada saat dimana sang penyandera itu beberapa kali menjulurkan kepalanya keluar bus. Momen itu seharusnya dengan mudah dimanfaatkan penembak jitu yang sudah mengepung bus tersebut untuk menembak kepala Sandro.
Tapi, pembuat film dokumenter tersebut agaknya ingin mengajak
penonton untuk mundur ke belakang, menelusuri perjalanan hidup pemuda
berkulit hitam ini. Penonton kemudian dibawa menyusuri kehidupan Sandro
yang kelam. Dimulai ketika Sandro kecil menyaksikan ibunya tewas
ditikam di depan matanya, melalui wawancara dengan bibi dan ibu
angkatnya, penonton diajak untuk mengenal lebih jauh kehidupan Sandro.
Di sinilah penonton seakan digiring untuk berempati terhadap nasib
pemuda malang ini.
“Dia berada pada tempat dan waktu yang salah. Dia melihat sendiri
ibunya ditikam berkali-kali, “ ujar sang bibi. “Sejak itu dia menyimpan
amarah yang dalam. Bahkan pada saat pemakaman ibunya, dia tidak mau
hadir,” sang bibi melanjutkan.
Film ini juga mencoba mengungkap sisi “manusia” dari Sandro melalui
penuturan ibu angkatnya. Beberapa waktu sebelum peristiwa pembajakan bus
tersebut, Sandro mengungkapkan kegembiraannya ketika sang ibu angkat
menawarinya menempati sebuah kamar sempit di rumah sang ibu angkat.
“Jadi, aku nanti punya kamar sendiri?” ujar Sandro seakan tidak
percaya. “Aku juga punya jendela sendiri? Boleh menonton televisi kapan
pun aku mau?” Kalimat itu meluncur dari mulut Sandro, yang sebagian
besar hidupnya menggelandang di jalanan. “Aku akan pulang ke sini. Aku
janji,” ujar Sandro pada ibu angkatnya. Tapi, apa lacur, setelah itu
sang ibu angkat justru menyaksikan anak angkatnya itu di televisi,
dalam siaran langsung, sedang menyandera sekelompok perempuan di sebuah
bus umum bernomor 174. Dan sejak itu Sandro tak pernah kembali ke
rumah itu lagi. Konon polisi terpaksa menembaknya di dalam mobil ketika
dia mencoba melawan.
Menyaksikan kedua film tersebut membuat saya teringat pada anak-anak
di Indonesia yang tumbuh di perkampungan miskin. Kondisi mereka tidak
jauh berbeda dengan anak-anak di Venezuela maupun di Brazil di film
itu. Mereka harus berjuang melawan kemiskinan dan kekerasan yang hadir
setiap saat di sekitar mereka.
Menyaksikan kedua film tersebut membuat saya semakin tersadar, bahwa
penanganan yang berbeda akan menghasilkan hal yang berbeda pula.
Anak-anak di Venezuela yang lahir di perkampungan kumuh yang sarat
kriminalitas, bisa menjadi anggota orkestra kelas dunia dengan
keterampilan bermusik yang luar biasa. Mereka juga akhirnya berhasil
keluar dari jebakan kemiskinan dan kriminalitas.
Sementara anak-anak di perkampungan di Rio de Jeneiro, yang
kondisinya mirip perkampungan di Venezuela, terjebak dalam situasi yang
berbeda. Mereka tumbuh liar dan berakhir tragis seperti kisah yang
dialami Sandro. Film yang satu digambarkan “happy ending”, yang satu
lagi “tragic ending”.
Kedua film itu seakan kembali mengingatkan kita semua bahwa nasib
anak-anak itu juga tergantung pada sikap kita. Jika kita menutup mata
hati kita, maka nasib anak-anak itu bisa seperti tokoh Sandro di film
Bus 174. Sebaliknya, jika hati kita tergerak dan berempati terhadap
nasib dan masa depan mereka, maka terbentang harapan yang besar mereka
akan tumbuh menjadi anak-anak yang berprestasi. Anak-anak yang punya
masa depan yang lebih baik.
Sumber: http://www.kickandy.com/corner/5/21/2381/read/Bus-174
Rabu, 27 Maret 2013
Nick D'Aloisio, Bocah 15 tahun, Miliuner baru di Yahoo! dengan aplikasi Summly
TEMPO.CO, London
-- Salah satu pegawai terbaru Yahoo! adalah Nick D'Aloisio, seorang
siswa sekolah menengah asal London, Inggris. Dia masih harus
menyelesaikan sekolahnya satu setengah tahun lagi, tapi koceknya telah
menggembung dengan uang tunai mencapai ratusan miliar rupiah.
Menurut situs AllthingsD, Yahoo! membayar Nick D'Aloisio untuk
aplikasi buatannya, yang bernama Summly, seharga sekitar US$ 30 juta
(sekitar Rp 290 miliar). Sekitar 90 persen dibayarkan tunai dan sisanya
dalam bentuk kepemilikan saham di Yahoo!. "Mereka mengambil risiko besar dengan mempercayakan uangnya kepada saya," kata D'Aloisio kepada New York Times pada Senin waktu setempat. Nick merupakan pemegang saham utama di perusahaan yang hanya memiliki lima pegawai ini.
Investor lainnya adalah Ashton Kutcher, Yoko Ono, dan Wendi Murdoch. Satu lagi adalah Li Ka-shing, triliuner asal Hong Kong, yang ikut mendani Nick pada masa awal saat baru berusia 15 tahun.
Nick kabarnya bakal menjadi semacam juru bicara Yahoo! untuk menggaet para pengguna usia muda. Dia juga bakal ikut dalam tim inti untuk mengembangkan aplikasi ini sambil menyelesaikan sekolahnya di London. Namun, ada kabar bahwa Nick hanya berkewajiban menjalani tugasnya itu selama 18 bulan.
Aplikasi Summly telah diunduh sekitar satu juta kali dan sempat bertengger pada posisi teratas sebagai aplikasi paling dicari di Apple AppStore.
Keberhasilan Nick mengejutkan banyak orang. Brian Wong, pendiri Kiip yang berusia 21 tahun, tergelak melihat kesuksesan ini. "Saya merasa tua," kata dia.
Beberapa tahun sebelumnya, Wong diberitakan media sebagai orang termuda yang pernah mendapat kucuran dana dari para investor. "Nick memecahkan rekor usia," kata dia.
Nick sendiri cenderung enggan berbicara soal usianya. Menurut dia, aplikasinya itu mendapat sambutan karena menggunakan konsep yang kuat. "Orang-orang sepertinya masih meremehkan betapa besar hal ini nantinya dan luasnya kesempatan untuk berkembang," kata dia.
Ayah dan ibu Nick bukan berasal dari kalangan praktisi dunia digital. Ayahnya bekerja di Morgan Stanley, dan ibunya seorang pengacara. Namun, keduanya mendukung penuh rasa penasaran Nick akan dunia aplikasi sejak usia 12 tahun.
Dia lalu mulai menulis aplikasi yang disebutnya algoritma untuk membuat ringkasan otomatis. Dalam kata lain, aplikasi ini mencoba menjadi solusi atas masalah tl;dr: too long; didnt read. (terlalu panjang sehingga tidak dibaca).
Nick berharap dia bakal betah di Yahoo!. Dia mengaku menjadi investor juga terasa menyenangkan sambil terus menjalani hobi bermain kriket. Dia berharap bisa melanjutkan kuliahnya di Oxford, mengambil jurusan filsafat.
BUDI RIZA
sumber: http://id.berita.yahoo.com/nick-daloisio-bocah-miliuner-baru-dari-yahoo-141600961.html
Selasa, 26 Maret 2013
Warning Media Sosial !!!
13.51
No comments
Ghiboo.com - Penggunaan sosial media terus meningkat. Supaya terus eksis, banyak orang memiliki lebih dari satu akun sosial media.
Tapi, jadilah pengguna sosial media yang cerdas. Tidak semua yang ada di kehidupan Anda patut di-share kepada khalayak.
Meng-update status sebenarnya tidak perlu dan bisa menyakiti orang lain. Tidak ada yang peduli jika Anda memakan sandwich, tidak ada yang peduli jika Anda memanjat gunung berapi. Sebenarnya, dengan cara demikian (meng-update) tidak ada yang peduli juga meskipun Anda mati.
Anak-anak, hewan peliharaan, atau benda mati tidak perlu Anda buatkan akun Facebook atau Twitter. Terlebih lagi ada bahaya pedofil.
Tidak ada seorang pun yang ingin melihat argumentasi atau obrolan Anda dengan kekasih Anda di wall Facebook atau lini masa Twitter.
Jangan memberi tahu Anda akan pergi ke satu tempat via Facebook atau Twitter. Tak perlu jugalah, terlebih jika bukan darurat, Anda check in ke Foursquare. Meng-update lokasi sama saja memberi tahu 'teman-teman' Anda bahwa rumah Anda kosong. Siapa tahu ada di antara 'teman-teman' itu ingin masuk dan mengambil barang-barang Anda. (ins)
(Esquire Indonesia edisi November 2012)
4 Perilaku di Facebook yang Paling Menganggu
Bertemu kembali teman lama maupun mencari teman baru di media sosial memang menyenangkan. Tapi jangan sampai Anda terjebak menjadi teman yang menyebalkan di dunia maya.
Facebook merupakan jejaring sosial yang paling umum digunakan di Indonesia. Setidaknya diperkirakan ada lebih dari 40 juta pengguna Facebook yang berasal dari Indonesia. Semakin banyak yang menggunakan tentu semakin banyak dinamika yang terjadi. Menurut survey yang pernah dilakukan oleh perusahaan Eversave di Amerika terhadap 400 wanita, setidaknya 85% merasa terganggu dengan teman Facebook mereka.
Nah, jangan sampai Anda masuk menjadi kategori teman yang menyebalkan tersebut. Jika banyak teman mulai tak merespon, memutus pertemanan, atau menghindari Anda, jangan-jangan Anda melakukan 6 hal yang dianggap menyebalkan ini.
Terlalu Sering
Tak semua orang perlu tahu kegiatan Anda detik per detik. Berbagilah kabar yang ingin didengar orang atau penting. Lima menit sekali memasang status tentang kegiatan dan perasaan Anda akan membuat timeline teman Anda penuh. Tentu menjadi hal yang menyebalkan ketika kita membuka halaman Facebook dan separuh berita terbaru hanya berasal dari 1 orang yang sama. "Selamat pagi, mari berangkat kerja". "Duhh jalanannya macet banget". "Akhirnyaa sampai juga di kantor". "Duh, bos pagi-pagi udah marah-marah". Jika status tersebut dikirim berturut-turut dalam jarak yang dekat tentu menganggu timeline teman Anda. Pikirkan dengan baik sebelum mengirim status baru, "apakah seluruh dunia perlu tahu tentang hal tersebut?"
Update otomatis
Satu kebiasaan di Facebook yang sangat menyebalkan adalah membiarkan aplikasi melakukan update otomatis pada status Anda. Update tentang game, quiz, atau aplikasi Facebook lain yang dilakukan terlalu sering, sangat menganggu timeline teman Anda. "XXX membutuhkan palu untuk menyelesaikan gedung barunya." "XXX baru saja mendapat 500 poin dari game x". "XXX baru saja mencetak skor tertinggi di game x". Terlalu sering membanjiri timeline teman Anda dengan update tersebut tentunya sangat menganggu dan pastinya tidak semua orang mau tahu tentang kabar terbaru Anda di game tersebut.
Salah satu keluhan lain yang sering didengar adalah update silang yang seringkali tidak tepat. Jika Anda pengguna twitter aktif, sebaiknya berpikir ulang untuk mengaktifkan auto update Twitter Anda ke Facebook. Tidak semua pengguna Facebook adalah pengguna Twitter. Seringkali teman Anda malah tidak mengerti update Anda yang bahasanya agak berbeda dengan update di Facebook. Bijaksanalah dalam berbagi konten Anda ke media sosial. Jangan sampai Anda malah dijauhi karena terlalu sering menyalakan posting otomatis dari akun media sosial lain yang tidak dimengerti oleh teman Facebook Anda.
Sembarang tag
Semangat mendirikan bisnis toko online jangan membuat Anda kehilangan etika berteman atau malah dijauhi teman. Salah satu keluhan paling umum adalah mendapat tag foto dari barang-barang jualan teman terlalu sering. Saat ini sudah banyak cara yang lebih menyenangkan untuk berjualan online. Sebisa mungkin pisahkan akun toko online Anda dengan akun pribadi. Teman Anda tentu lebih senang melihat update kabar tentang Anda daripada hanya melulu melihat koleksi terbaru toko Anda. Gunakan aplikasi dan halaman yang tepat untuk bisnis Anda. Dengan begitu, Anda bisa lebih mengembangkan bisnis Anda dan mencari pembeli yang tepat sasaran tanpa harus membuat teman Anda terganggu.
Selain online shop, sebisa mungkin jangan tag teman yang tidak ada dalam foto. Apalagi jika foto tersebut dibanjiri komentar. Teman Anda yang tidak tertarik bisa merasa terganggu dengan notifikasi yang masuk, padahal ia tak ada hubungannya dengan foto tersebut.
Pamer dan mengeluh
Ada tiga 'terlalu' yang sangat menganggu ketika Anda mengirim status Facebook. Terlalu sering mengeluh, terlalu sering pamer, dan terlalu sering update. "Terlalu' yang ketiga sudah dibahas pada poin pertama. Intinya, jangan terlalu sering mengirim status baru yang tidak semua orang perlu tahu. Tak ada salahnya berbagi kebahagiaan tentang hadirnya si kecil, tapi terlalu sering mengupdate tentang si kecil juga tidak disarankan. Daripada sekadar meng-update "Senangnya nemenin si kecil makan siang", lebih baik sekali-sekali berikan tips tentang memberi makan anak atau tips lainnya yang Anda peroleh dari referensi atau dokter anak Anda. Dengan begitu, status Anda tak sekadar dianggap sebagai kabar terbaru tapi juga memiliki manfaat untuk yang membaca.
Terlalu yang kedua adalah terlalu sering mengeluh. Isi status Anda hanya dipenuhi keluhan sepanjang hari. Hujan salah, mendung salah, lapar salah, kenyang salah juga. Jangan sampai Anda dikenal sebagai awan kelabu di timeline teman Anda. Untuk Anda yang masih single, bisa jadi status-status tersebut bukan memancing simpati tetapi justru membuat orang menarik diri dari Anda. Siapa juga yang tertarik pada orang yang hobinya hanya mengeluh?
Kebalikannya dari si pengeluh adalah si tukang pamer. Status teman yang satu ini biasanya hanya berakhir sebagai bahan gunjingan. Sesekali tak ada salahnya berbagi kabar bahagia kepada teman Anda, tapi perhatikan bahasa yang digunakan. Jangan sampai Anda dicap sebagai tukang pamer karena terlalu sering memamerkan apapun yang terjadi dalam hidup Anda. Tentu tak semua orang memiliki hidup yang 'sempurna' seperti Anda, sebaiknya tahan diri untuk selalu bersikap pamer.
Pamer juga termasuk dalam urusan asmara. Bertengkar dengan pacar, putus, atau sedang dalam konflik sebaiknya tak perlu dipamerkan di Facebook. Menulis kata-kata kasar di wall pacar, meng-update status yang menjelek-jelekan pacar, dan hal-hal serupa tak perlu dilakukan di Facebook. Gunakan jalur pribadi untuk percakapan yang sifatnya pribadi. Jika salah dimengerti, pendapat orang tentang Anda tentu bisa bergeser menjadi negatif ketika membaca status perang Anda dengan kekasih di Facebook.
Langganan:
Postingan (Atom)