Minggu, 30 November 2014

Kisah Angkalisyanti, Mimpi yang Jadi Kenyataan

 Pertemuannya untuk menjadi karyawan Google bisa dibilang kebetulan. Dari mimpi yang cuma berharap bisa menjadi bagian perusahaan mesin pencari website tersebut, Angkalisyanti akhirnya bisa mewujudkan mimpinya.
Setelah menyelesaikan SMA di sebuah sekolah swasta di Pontianak, Angkalisyanti mendapatkan beasiswa untuk studi di Malaysia. Setelah selesai di Malaysia, dia kembali melanjutkan studinya, namun berpindah negara di Australia. Saat di negeri Kangguru inilah nasibnya bekerja di perusahaan tersebut serasa terjodohkan.
Awalnya di Australia, untuk menambah pemasukan, Yanti juga bekerja di sebuah cafe selain menyelesaikan studi nya. Kebetulan cafe tersebut satu gedung dengan Google. "Saat kerja di kafe, saya melihat karyawaan Google itu seliweran ke kantornya, cuma pake baju kaos, celanda pendek, jadi saya pikir enak sekali kerjanya. Dari situlah awal saya bermimpi ingin sekali bekerja di tempat itu," ujarnya bercerita di depan peserta GDG DevFest di Kampus Widya Dharma Pontianak, Sabtu (29/11/2014).
Menurutnya di perusahaan tersebut tak memandang tampang karyawannya seperti apa, namun yang dilihat adalah kinerja. "Di Google itu ndak melihat tampang kalian mau seperti gimana, disana kerja kan tidak pakai baju yang formal, cuma yang penting otak kalian encer," tambahnya.
Barulah pada sekitar tahun 2012, Google mengumumkan mencari tenaga kerja wanita warga negara Indonesia yang bisa berbahasa Inggris dengan lancar. Informasi itu dia terima dari satu di antara kenalannya yang bekerja di Google sendiri. "Saya pengen banget, tapi saat itu juga saya takut dan gak pede. Kemudian saya duduk dan berpikir, kesempatan ini kapan lagi datang, saya memotivasi diri saya sendiri, nothing is imposible," ujarnya.
Setelah mendapatkan keyakinan, barulah ia melamar ke Google, dan langsung menghadapi sesi wawancara. Dia akhirnya di terima di Google setelah melewati 6 kali tes wawancara. "Satu kali wawancara itu bisa 45 menit lamanya, makanya kita harus siap," katanya.
Saat ini Angkalisyanti menjabat sebagai SMB Marketing Google Singapura, sebelumnya dia menjabat Enterprise Inside Sales Associate Google Australia selama sekitar satu tahun.
sumber : pontianak.tribunnews.com

Selasa, 21 Oktober 2014

Gigihnya Gibran Raka - Berani Lepas dari Bayang-bayang Ayahnya


Anak tertua Jokowi yang bernama Gibran Rakabuming Raka merupakan sosok pria yang mulai menjadi sorotan sejak karir politik sang ayah meningkat, mulai dari Walikota Solo, dipercaya sebagai Gubernur DKI Jakarta hingga diangkat menjadi seorang Presiden Republik Indonesia ke-7.
Namun, sejak pencalonan hingga pemilihan presiden, nyaris wujud Gibran tidak pernah sama sekali menemani ayahnya berkampanye. Belakangan diketahui jika pria berusia 26 tahun ini berprofesi sebagai seorang pengusaha catering. Dan dikarenakan kesibukan menjalankan bisnisnya, Gibran pun tampak absen dalam setiap kegiatan Jokowi.
Menariknya, beberapa jam sebelum menuju pelantikan Capres dan Cawapres Terpilih pada Senin (20/10) pagi tadi. Jokowi pun memperkenalkan seluruh anggota keluarganya pada sejumlah media. Dan, Gibran pun tampil untuk kali pertamanya di depan publik bersama dua adik kandungnya, Kahiyang Ayu dan Kaesang Pangarep dengan menggunakan kemeja batik serta rambut yang sedikit bergaya Mohawk. Sontak kehadiran Gibran dan kedua adiknya menjadi perhatian media.
Masa kecil pria kelahiran 1 Oktober 1988 ini dihabiskan di Solo dan sejak SMP dia tinggal di Singapura, menempuh sekolah setingkat SMA di Orchid Park Secondary School, Singapura pada tahun 2002. Pada tahun 2007, dia berhasil lulus dari Management Development Institute of Singapore (MDIS) dan melanjutkan studinya ke University of Technology Insearch, Sydney.
Saat duduk di bangku kuliah, Gibran ternyata tertarik dengan bisnis catering. Namun, sayang, idenya tersebut tidak pernah ditanggapi ayahnya. Orangtuanya terus saja mendesak Gibran untuk meneruskan usaha keluarga yang turun temurun di bidang properti. Namun, keteguhan hatinya tetap menyala. Dia bersikeras tidak memiliki ketertarikan untuk usaha mebel. Walaupun tidak mempunyai latar belakang pengalaman dan pendidikan di bidang tata boga. Namun, keyakinan Gibran itu tidak asal-asalan. Sebab, dia melihat besarnya potensi mendirikan bisnis katering di kota tersebut.
Pada tahun 2010, Setelah lulus kuliah, akhirnya Gibran mendirikan usaha katering yang bernama Chilli Pari Catering Service pada akhir 2010 dengan menggunakan gudang mebel milik ayahnya yang dijadikan kantor dan dapur katering. Sesuai dengan filosofi Chilli Pari sendiri yang berarti chilli atau cabai yang mempunyai dasar warna merah yang menggambarkan keberanian dan Pari yang berarti kemakmuran,Gibran memaknai Chilli Pari sebagai keberanian untuk lepas dari bayang bayang orang tua yang mempunyai nama besar dan keberanian khas anak muda dalam menjalankan usaha termasuk berani meminjam modal di bank untuk mulai usahanya. Gibran berpendapat sebaiknya kalangan anak muda yang mau menjalankan usaha harus mempunyai keberanian dan jangan mengandalkan orang tua.
Terbukti di akhir kuliah, Gibran bisa bolak-balik Singapura dan Solo untuk mewujudkan impiannya untuk mendirikan perusahaan katering. Maklum, dia harus mencari sendiri modal untuk membuka usahanya sekitar Rp 1 miliar. Usahanya berdiri setelah hanya satu dari tujuh proposal pinjaman ke bank setuju untuk memberikan pinjaman.
Sulung dari tiga bersaudara itu mengakui bahwa bisnis katering yang ditanganinya sekarang berdiri tanpa restu orangtua. Maklum, adik-adiknya masih kuliah dan bersekolah sehingga belum bisa diserahi tanggung jawab.
Dia menyadari bahwa modal terbesar bisnis katering adalah kepercayaan. Setiap ada momen pernikahan, pasti yang dicari perusahaan katering yang sudah mapan dan tepercaya. Sementara itu, katering baru yang dibuat Gibran awalnya sama sekali belum dikenal.  Dan menurut Gibran, yang sulit adalah meyakinkan calon konsumen bahwa perusahaan kateringnya beda. Wajar, dari awal merintis bisnis ini, Gibran menolak memanfaatkan nama besar ayahnya yang kala itu padahal menjabat sebagai orang nomor satu di Solo untuk mendongkrak usahanya.
Awalnya Chilli Pari hanya mengurus order kecil-kecilan untuk puluhan orang, namun sejak Januari 2011, perusahaan katering ini bisa menggarap ribuan orang termasuk mampu menyediakan katering untuk pernikahan.
Meski awalnya sulit, dengan perlahan dan menggunakan teknik marketing yang baik. Salah satunya adalah dengan penyajian menu-menu yang belum lazim di kota Solo. Karena biasanya katering di Solo hanya menyajikan menu-menu yang standar, seperti kroket, sup matahari, atau lauk sambal goreng hati dan Gibran menganggap bahwa masyarakat dinilai sudah jenuh dengan menu-menu tersebut. Oleh karena itu, perusahan kateringnya menyajikan menu-menu baru yang belum lazim di Solo.
Alhasil, usaha katering Gibran terbilang sukses dengan hasil kerja keras dan keringat sendiri. Kini Chilli Pari bergerak dalam bidang catering dan wedding organizer yang professional menyediakan aneka kebutuhan untuk pernikahan seperti gedung, rias pengantin, dekorasi dan lainnya. Menu yang disediakan adalah masakan Jawa, Jepang, Barat dan lainnya. Gibran pun tercatat sebagai ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia (APJBI) Kota Solo.
Begitulah sepenggal cerita dan karir dari anak sulung orang pertama di Indonesia ini. Selebihnya tidak banyak yang diketahui mengenai kehidupan pribadi Gibran baik mengenai urusan pribadi atau lainnya. Kabar yang didapatkan adalah seputar perjalanan karirinya yang sempat tidak direstui oleh kedua orang tuanya atas keinginan Gibran memulai bisnis katering di Solo.
Saat itu, bisa dibilang Jokowi sempat dibuat pusing dengan pilihan bisnis anak sulungnya. Sebab, meski telah dikuliahkan ke mancanegara untuk mengecap ilmu marketing, si sulung malah banting setir ke bisnis katering.
sumber : sooperboy

Senin, 13 Oktober 2014

5 Rahasia Kaya Raya Mark Zuckerberg - Pendiri Facebook

 Perjuangan Mark Zuckerberg untuk membuat Facebook menjadi jejaring sosial terpopuler di dunia tentu tidak mudah. Ada resep-resep khusus dari pria berambut kriwil ini, sehingga dalam usia muda jadi kaya raya.





Apa saja kira-kira resep sukses pemuda drop out dari Harvard University itu? Berikut 5 di antaranya, seperti dianalisis oleh David Kirkpatrick, penulis buku The Facebook Effect: The Inside Story of the Company That is Connecting the World.

1. Percaya diri

Nasehat klasik ini memang sangat penting. Keyakinan diri yang sangat besar serta sifat positif membuat Zuckerberg mampu membangun Facebook dari nol. "Zuckerberg punya keyakinan luar biasa bahwa dia mampu membuat impiannya jadi kenyataan," kata Kirkpatrick.

Kontras dengan citranya yang terlihat arogan di film The Social Network, Zuckerberg yang sesungguhnya tidak demikian. "Dia hanya seseorang yang sangat percaya diri," ucap Kirkpatrick.




2. Selesaikan tugas, jangan tunggu sampai sempurna

Zuckerberg fokus menyelesaikan sesuatu tanpa ditunda atau menunggu sampai sempurna. Jika ada kesalahan, dia berpikir akan selalu bisa memperbaikinya kemudian. Menurutnya, kesalahan adalah hal wajar. Menurut Kirkpatrick, Zuckerberg memiliki sebuah filosofi tentang hal ini. Filosofi itu berbunyi, "Selesai itu lebih baik daripada sempurna,"

3. Berpegang pada visi, jangan terpengaruh suara miring

"Zuckerberg dulu berada dalam posisi di mana tiap orang di sekitarnya mengatakan dia akan gagal dan apa yang ingin dicapainya terlampau tinggi," kata Kirkpatrick. Zuckerberg memang punya impian besar suatu saat Facebook akan digandrungi banyak orang.

Dia sangat yakin dengan visi itu sehingga menolak Yahoo yang ingin membeli Facebook tahun 2006 dengan harga USD 1 miliar. Visinya terbukti, sekarang Facebook memiliki lebih dari semiliar pengguna dan membuat Zuck kaya raya.

4. Tidak hidup berlebihan

Siapa sangka Mark Zuckerberg pernah masih tinggal di rumah sewaan di dekat kantor pusat Facebook. Penampilannya pun biasa-biasa saja. Padahal jumlah kekayaannya mencapai USD 33,1 miliar.

"Dia tidak pernah berlebihan dan pada akhirnya dia bisa saja memberikan semua uangnya," ucap Kirkpatrick. Ya, Zuckerberg juga dikenal sebagai sosok dermawan. Dia ikut program Giving my Pledge yang menyarankan orang-orang kaya menyumbangkan sebagian besar hartanya.

5. Ikuti passion, bukan uang

Kala membangun Facebook, uang bukan tujuan utama Zuckerberg. Dia mengikuti passionnya. Dia sangat bahagia menngoprek Facebook dan menciptakan cara baru untuk membantu orang terkoneksi.

Kesuksesan finansial mungkin akan mengikuti jika seseorang melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh dan gembira. "Baginya ini bukan tentang uang. Jika Zuckerberg membuat Facebook untuk uang, dia pasti sudah menjualnya beberapa tahun lampau," pungkas Kirkpatrick.

Minggu, 21 September 2014

Tak Lulus SD, Tapi Mampu Membangun 900 Bank Petani


Berangkat dari kesulitan mencari modal untuk memperluas kebun ubi jalar di kampungnya, di Baso, Agam, Sumatera Barat (Sumbar), Masril Koto bertekad membuat bank petani. walaupun ia sendiri tak lulus SD
Bank petani tersebutlah yang membuat Masril Koto mendapatkan berbagai penghargaan sebagai Social entrepreneur. Berbekal semangat dan ketekunan, Masril membangun lebih dari 900 bank petani berbentuk lembaga keuangan mikro-agribisnis (LKMA) di seluruh Indonesia. Tidak hanya itu Sistem bank ini juga yang diadopsi oleh pemerintah dan menjadi cikal bakal Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan Nasional.
Pada awalnya Masril merangkul para remaja minang untuk bergotong royong membangun lapangan basket.
Lapangan ini yang akhirnya menjadi tempat berkumpul para pemuda di kampung Masril. Di situ pula terbentuk organisasi kepemudaan Karang Taruna di kampungnya, Banu Hampu.
Supaya bisa mendanai berbagai kegiatan organisasi, Masril berinisiatif membangun ruko di tanah desa yang akan menjadi milik para pemuda. "Kebetulan ada jalan baru di depan ruko," tutur Masril.
Untuk membangun enam ruko, Masril berutang ke toko bangunan. Selama dua tahun, uang sewa dari lima ruko dibayarkan ke toko bahan bangunan. Sementara, uang sewa satu ruko sisanya menjadi milik organisasi pemuda di sana yang akhirnya berkembang menjadi Yayasan Amai Setia.
Diundang Bank Indonesia
Masril menikah dengan Ade Suryani yang berasal dari kecamatan berbeda di Agam. Masril mengikuti keluarga istrinya di Nagari Koto Tinggi, Baso. Kembali, Masril menemui berbagai masalah. Satu yang paling mencuri perhatiannya adalah masalah modal memperluas kebun.
Setelah melalui serangkaian diskusi, baik dengan petani maupun instansi pemerintahan terkait, para petani ubi jalar di Baso ingin adanya sebuah bank petani. Masril kembali tampil. "Saya merasa punya talenta berorganisasi," kata dia.
Demi merintis bank petani, Masril keluar masuk bank di Padang. Ia menanyakan cara-cara mendirikan bank, tetapi ia tak pernah mendapat jawaban memuaskan. "Sepertinya kami tak mungkin membuat bank sendiri," ujar dia.
Tak patah semangat, Masril terus berkonsultasi dengan Dinas Pertanian di kabupatennya. Hingga suatu ketika, ada sebuah pelatihan akuntansi yang diselenggarakan untuk kelompok tani tersebut. Masril pun mendapat kesempatan berkenalan dengan pegawai Bank Indonesia (BI). Merasa bertemu orang yang tepat, dia bertanya segala sesuatu tentang seluk-beluk pendirian bank. Masril pun diundang datang ke kantor BI.
"Sekitar 2005, saya baru datang ke BI. Pengalaman pertama saya datang ke gedung perkantoran di kota," ujar dia.
Berbekal penjelasan dari BI, Masril dan para petani segera menyusun rencana membuat bank petani. Dia mengumpulkan modal dari para petani, dengan cara menjual saham, senilai Rp 100.000 per saham. Dari 200 petani di Baso, terkumpul modal Rp 15 juta. seperti yang dilansir kompas.com
Setelah empat tahun melewati perjuangan melelahkan, baru pada awal 2006, bank yang dikelola lima pengurus ini mulai beroperasi. Masril pun ditunjuk sebagai ketua.
Dalam hitungan hari, seluruh modal terserap habis menjadi kredit. Masril kembali bingung karena tak ada uang yang mengendap. Dari situ, dia lantas berpikir perlunya iuran pokok bagi nasabah yang dibayar setahun sekali untuk biaya operasional. Masril juga membuat beberapa produk tabungan, sesuai dengan kebutuhan petani, seperti tabungan pupuk. Oh, iya, agar meyakinkan, Masril yang paham produk percetakan membuat saham dan buku-buku tabungan dan catatan kredit seperti bank pada umumnya.
Keberhasilan bank petani ini segera tersebar luas. Banyak organisasi masyarakat datang ke bank petani ini untuk melakukan studi banding. Bahkan, dalam kunjungannya meninjau gempa di Padang pada 2007, beberapa menteri mampir ke bank petani yang kemudian berubah nama menjadi LKM Prima Tani ini.
Sayang, lantaran tak lagi sepaham dengan visi yang diemban para pengurus LKM, Masril keluar pada 2009. Saat itu aset sudah mencapai Rp 150 juta. "Saya ingin menularkan keberhasilan ini untuk petani lainnya," tutur dia.
Mulailah Masril berjuang seorang diri menjadi relawan. Ditemani sepeda motor kesayangan, dia memperkenalkan konsep LKM agribisnis ini ke kelompok-kelompok petani di Sumatera Barat, tanpa bayaran sepeser pun. "Mereka hanya mengisi bahan bakar sepeda motor saya," kata Masril.
Pada 2010, seorang warga Jepang menemuinya dan meminta Masril membantu membuat LKM agribisnis untuk 2.000 petani di Sumbar. Ini merupakan pencapaian besar karena rata-rata kelompok tani yang ia kelola hanya setingkat desa, terdiri dari 200 petani. Namanya pun kian berkibar sebagai pencetus bank petani.
Tak berhenti di Sumbar, Masril juga menularkan konsep bank petani ini ke seluruh daerah di Indonesia. "Saya ingin mengajak petani berdaulat secara pangan dan ekonomi di desanya," katanya.
Kini, ada sekitar 900 LMK yang telah dibentuk Masril, dengan aset mulai dari Rp 300 juta hingga Rp 4 miliar per LMK. Dia menaksir, total kelolaan dana LKMA secara keseluruhan mencapai Rp 90 miliar dengan 1.500 tenaga kerja yang merupakan anak petani.
Masril yang kini sering tampil sebagai pembicara, sebagai wakil BI atau dosen undangan di berbagai universitas, menargetkan 1.000 LKMA pada 2016. Dia menitikberatkan pendirian LKMA di Indonesia Timur, khususnya daerah yang belum terjamah institusi keuangan
semoga artikel tak lulus SD Pria Minang Ini membangun 900 bank petani bisa membuat kita semua terinspirasi dan tak patah semangat untuk melakukan hal yang baik, semua orang bisa bermanfaat bagi orang lain walaupun 'mereka' tak sekolah, asal dilakukan dengan serius dibarengi dengan ketekunan.
sumber : FamilyGuide

Selasa, 09 September 2014

Nilai F yang mendorong Monty Roberts mewujudkan mimpinya



Marvin Earl Roberts Jr yang biasa dipanggil “Monty” lahir di Salinas tanggal 14 Mei 1935, California. Ayahnya, Marvin Earl Roberts Sr adalah seorang pelatih kuda yang harus berpindah-pindah dari istal ke istal, dari ranch satu ke ranch yang lain sehingga pendidikan Monty terganggu. Ayahnya adalah pelatih kuda yang mahir, dan  telah menulis buku “Horse and Horseman Training” yang diterbitkan tahun 1957.

Suatu hari, ketika dia sudah duduk di bangku SMA, gurunya memberikannya tugas, yaitu membuat karangan tentang apa yang akan dilakukannya setelah dewasa dan bekerja nanti. Monty yang merasa tertantang, segera membuat karangan sepanjang 7 halaman, tentang rencananya mendirikan dan memiliki sebuah ranch kuda. Dengan teliti dia menerangkan ruangan-ruangannya. Bahkan dia melukiskan secara detail gambar rencana ranch itu, lengkap dengan ukuran-ukurannya.

Dua hari kemudian, Pak Guru mengembalikan kertas kerja Monty dan memberikannya nilai “F” atau nilai yang paling rendah. Setelah kelas, Monty menemui Pak Guru. “Mengapa saya dapat nilai F Pak?” tanya Monty. “Karena mimpimu itu terlalu di awang-awang, tidak realistis !” sergah Pak Guru, “ Ini tidak akan tercapai olehmu yang masih muda, tidak punya uang, dan hidup berpindah-pindah dengan ayahmu. Tidak mungkin kamu akan dapat mewujudkan mimpimu, kapanpun.  Sudahlah, aku berikan kau kesempatan untuk memperbaiki paper ini. Tulislah yang lebih realistis ya.”

Monty merasa sangat terhina. Bagaimana mungkin cita-citanya yang baik itu dinyatakan sebagai suatu kesalahan yang fatal ? Sampai dinilai F? Artinya sampai tidak dinilai sama sekali? Monty marah, dan tidak dapat menerima perlakuan Gurunya itu! Monty pulang, dan menemui ayahnya yang ada di meja makan sambil menulis lembar-lembar buku karangannya.  Monty bertanya kepada ayahnya, apa yang harus ia lakukan.  Ayahnya menjawab : “Apa yang kamu tulis di paper itu adalah keputusan yang paling penting yang harus kamu ambil. Kamu mau menurunkan impianmu itu dengan hanya menjadi pegawai ranch saja, atau kamu mau memiliki ranch yang kecil saja, atau, kamu mau memiliki ranch besar seperti yang kamu jelaskan dalam paper itu ?! Semuanya itu terserah kepadamu. Kamu harus mengambil keputusanmu sendiri, karena itu akan menjadi jalan hidupmu.” Ayah meninggalkannya, dan pergi ke halaman rumah untuk melatih kudanya.

Monty merenungkan kata-kata ayahnya.  Kemudian dengan wajah cerah dia berkata :“Aku memilih yang ketiga sebagai pemilik ranch besar, dan aku akan melebihi ayahku ! Aku akan buktikan bahwa aku akan berhasil ! Ha-ha-ha, aku akan mendapat nila A !!” Beberapa hari kemudian Monty menghadap Pak Guru untuk menyerahkan paper-nya. “Apa??” beliak Pak Guru “Ini kertas yang sama dengan kemarin !!” Monty menjawab tak kalah kerasnya : “Pertahankanlah nilai F itu untukmu Pak, dan aku juga akan mempertahankan mimpiku !”

Setelah lulus SMA, Monty segera bekerja keras untuk mewujudkan impiannya. Dia tahu, ayahnya pun seorang pekerja keras, dan menginginkan Monty menjadi seperti dirinya. Tidak mengherankan, sang ayah memberikan nama yang sama kepada anak itu, bedanya hanya Senior dan Junior.  Karena itu Monty belajar sebanyak mungkin dari ayahnya, meskipun akhirnya Monty mengembangkan metoda pelatihan kuda yang sangat berbeda dengan metoda ayahnya.

Sekarang, Monty Roberts memiliki rumah seluas 400 meter persegi ditengah ranch seluas 80.000 meter persegi atau 8 hektar ! Dan Monty masih memiliki paper yang diberi nilai F itu ! Paper itu telah ia bingkai dan gantungkan di atas perapian rumahnya.

Monty Roberts telah menulis 4 buku :
Roberts, Monty. The Man Who Listens to Horses. Random House, August 1997, hardcover, 310 pages. ISBN 0-345-42705-X.
Roberts, Monty. The Man Who Listens to Horses - abridged audio book. Random House Audio, August 1997. ISBN 978-0-679-46044-2.
Roberts, Monty. Shy Boy, the Horse that Came in from the Wild. 1999, 239 pages.
Roberts, Monty. Horse Sense for People: The Man Who Listens to Horses Talks to People. 2002, 256 pages.


Penghargaan untuk Monty Roberts
  1. Roberts menerima gelar Doctor Honoris Causa untuk bidang psikologi binatang dari Universitas Zurich den Universitas of Parma Italia tahun 2002 dan 2005.
  2. Roberts menjadi orang Amerika pertama yang menerima Anugerah Kuda Perak dari Jerman karena kontribusinya untuk kecintaan kepada kuda, tahun 2005.
  3. Roberts menerima Honorary Member of the Royal Victorian Order dari Ratu Elizabeth II dari Inggris tahun 2011.

Kita harus mempunyai determinasi (niat yang kuat) seperti Monty Roberts. Tentukanlah mimpi yang ingin anda capai, kemudian buatlah target, kapan cita-cita itu bisa tercapai.  Selanjutnya kita buat Timeline, atau rencana kerja berupa tahapan-tahapan yang harus dicapai, dan kapan itu dicapai. Dan yang paling penting, putuskan kapan itu akan dimulai.  Tak ada gunanya bila kita telah mempunyai mimpi, target, timeline, tetapi tidak segera memulainya. Janganlah anda menunda-nunda, karena segala sesuatunya akan berubah atau mentah lagi ketika anda menundanya.


Ingatlah bahwa sebenarnya kebanyakan manusia baru memakai 10% saja dari kemampuan otaknya untuk berprestasi. Karena itu, galilah terus potensi anda. Jangan malas dan kerjakanlah tugas-tugas anda sesegera mungkin.  Bila tidak, kesempatan-kesempatan yang seharusnya anda dapatkan sudah direbut oleh orang lain.


Bahan dari  Inspirational Stories dan Wikipedia (js)

Selasa, 02 September 2014

Yohanes Surya “Go Get Gold” - Pencetak peraih medali Olimpiade Fisika

Nama Yohanes Surya disebut-sebut sebagai salah satu kandidat calon Menteri Riset dan Teknologi. Dia sudah berjasa mengembangkan riset di Indonesia sekaligus mengorbitkan para ahli ilmu eksakta dan peneliti-peneliti handal.
Surya sendiri merupakan ilmuwan cemerlang. Seperti dikutip di laman pribadinya, pria kelahiran Jakarta 6 November 1963 itu memperdalam fisika pada jurusan Fisika MIPA Universitas Indonesia hingga tahun 1986, mengajar di SMAK I Penabur Jakarta hingga tahun 1988 dan selanjutnya menempuh program master dan doktornya di College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat.

Program masternya diselesaikan pada tahun 1990 dan program doktornya di tahun 1994 dengan predikat cum laude. Setelah mendapatkan gelar Ph.D., Yohanes Surya menjadi Consultant of Theoretical Physics di TJNAF/CEBAF (Continous Electron Beam Accelerator Facility) Virginia – Amerika Serikat (1994).

Dia bisa saja menetap di Negeri Paman Sam, karena sudah punya Greencard (ijin tinggal dan bekerja di AS). Tapi Surya memilih pulang ke Indonesia dengan tujuan ingin mengharumkan nama Indonesia melalui olimpiade fisika dengan bersemboyan “Go Get Gold.” Dia pun ingin mengembangkan fisika di Indonesia.

Pulang dari Amerika, di samping melatih dan memimpin Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), Yohanes Surya menjadi pengajar dan peneliti pada program pasca sarjana UI untuk bidang fisika nuklir (tahun 1995 –1998).

Dari tahun 1993 hingga 2007 siswa-siswa binaannya berhasil mengharumkan nama bangsa dengan menyabet 54 medali emas, 33 medali perak dan 42 medali perunggu dalam berbagai kompetisi Sains/Fisika Internasional. Pada tahun 2006, seorang siswa binaannya meraih predikat Absolute Winner (Juara Dunia) dalam International Physics Olympiad (IphO) XXXVII di Singapura.

Surya merupakan penulis produktif untuk bidang Fisika dan Matematika. Sedikitnya 68 buku sudah dia tulis untuk siswa SD sampai SMA.
Tak heran bila belakangan ini Surya dijagokan sebagai salah satu calon Menristek di sejumlah survei untuk pemerintahan baru. Namun, saat berbincang kepada VIVAnews beberapa waktu lalu, Surya mengaku tidak tertarik untuk menjadi birokrat.
Surya mengaku akan lebih efektif jika dia tetap berada di luar pemerintahan. Dia lebih suka menjadi penasihat bagi keberlangsungan riset Indonesia.
Berikut perbincangannya:
Bisa diceritakan awal karir Anda? Kan Anda dikenal hobi mendidik banyak anak?

Sebenarnya berawal mengurus olimpiade fisika. Pulang dari Amerika, tahun 1994 saya langsung melatih anak untuk olimpiade. Nah, dari situ saya ingin menunjukkan bahwa Indonesia bisa juara dunia.
Dulu orang Indonesia pikir, mana bisa bersaing, apalagi dalam sains dan matematika? Kenyataannya bisa. Jika Indonesia sudah juara dunia dalam bidang fisika yang bidangnya susah sekali, artinya Indonesia bisa sehebat negara Amerika Serikat, Tiongkok.
Kenapa tidak kita mulai siapkan segala sesuatunya? Akhirnya 2006 kita juara dunia. Kemudian saya pikir mau angkat anak-anak dari daerah tertinggal. 2008 saya mulai ambil anak-anak dari pelosok-pelosok. Nah ternyata, mereka itu anak-anak yang hebat jadi gak kalah dengan anak di kota besar, kemampuannya bagus.

Seperti apa kemampuannya?

Kita ada Sekolah Genius. Ada dua orang anak dari 10 murid Sekolah Genius. Mereka dari Papua, matematika menonjol, bisa ngalahin anak-anak dengan IQ 159. Namanya Nita Kogoya dan Ayu Rogi umur 10-11 tahun. Mereka matematika jago banget.

Jaminan kedua anak ini masa depannya?

Saya harap dia tiga tahun lulus SMA, sekarang umur 10-11 tahun. Kalau 11 tahun berarti 14 tahun udah lulus SMA, harapannya masuk universitas. Tergantung kalau ke luar negeri kita kirim ke luar, kalau di Indonesia sudah pasti di Surya University.

Jumlah anak didik sekarang ada berapa?
Ada banyak. Tergantung. Kalau dari olimpiade-olimpiade saja yang lima orang pertahun kalikan saja 20 tahun. Sudah 100 anak yang ikut olimpiade. Belum yang babak penyisihan, babak penyisishan itu ada 30 anak kalau dikali 20 tahun sudah 600.
Belum lagi babak yang sebelum itu. Tergantung yang mana muridnya. Bisa ribuan. Dari Aceh sampai Papua. Mayoritas memang dari Jawa karena mereka lebih banyak yang siap. Dari kuantitas, yang Jawa lebih banyak, mungkin dari Jawanya sekitar 60 persen.

Selama 20 tahun, ada bantuan dari pemerintah untuk membantu Anda?

Pemerintah selama ini kerjasama dalam pelatihan olimpiade. Dari satu sampai dua tahun, pemerintah biasa bantu dua bulan pelatihan. Kemudian pemerintah juga bantu mengirim anak-anak ke olimpiade.

Ada imbalan dari pemerintah kerena berjasa?
Oh, nggak ada. Ini sukarela saja.

Kendala?
Banyak sih. Saya kan bukan konglomerat. Semua pasti terkait dengan dana yang besar.
Kayak bikin universitas, itu kan dananya besar. Tapi syukurlah semua bisa diatasi. Mengatasi kemalasan orang untuk meneliti. Orang sudah nyaman dengan keadaan kayak gini. Udah keenakan, jadi susah untuk bikin terobosan baru.
Orang kalau mikir, ini apa lagi. Waktu saya ingin bawa Indonesia juara dunia saja orang masih skeptis. Khayalannya mimpi. Tapi terus, jadi kan? Terus sekarang pas kita rencanakan Indonesia bisa dapat Nobel, udah pada ngeledek 'nggak mungkin’, Saya bilang, nggak ada yang gak mungkin. Kenapa nggak?

Siapa tokoh yang jadi inspirasi Anda sehingga bisa sukses seperti sekarang?
Ayah ibu saya, itu udah pasti. Mereka itu gigih sekali. Jadi kalau saya males-malesan saya malu sama mereka .
Mereka bangun jam tiga pagi. Ibu saya kan tukang bikin kue. Bangun langsung bikin kue. Tidur jam dua belas malem dan nggak pernah ngeluh.
Coba bayangkan jam tiga sudah bikin kue, jam enam sudah jualan. Terus sampe jam sembilan masak buat keluarga. Nggak ada habisnya.
Jadi kalau saya malas-malasan, saya malu juga. Jadi, kalau saya bangun jam tiga terus sudah kebiasaan. Waktu tidur tiga, empat jam. Itu udah cukup. Saat ini cukup dengan bertambahnya umur.

Apa yang anda lakukan di waktu luang?
Di waktu luang saya ini baca macam-macam. Dulu saya bacanya fisika. Sekarang sudah sudah sejarah, ekonomi. Enjoy aja. Sejarah tentang Genghis Khan, tentang Kerajaan Tionghoa zaman dulu, raja-raja Majapahit, jadi bahan makanan saya. Kenapa? di situ saya banyak menikmati .

Makin banyak peneliti asal Indonesia yang kini mengabdi di luar negeri. Apa komentar Anda?
Pemerintah seharusnya tarik mereka. Saya sudah tarik hampir 100 lebih.
Kasih mereka fasilitas yang baik, fasilitas riset. Panggil semua, siapkan dana yang besar. Dana 3 persen dari APBN. Misalnya APBN kita Rp1000 triliun.
Saya bayangkan, minimal 100-150 triliun tiap tahun kalau mau hebat kalau bisa. Kenapa? Supaya mereka riset. Peralatan yang baik, punya penghasilan, nggak usah nyambi ngajar sana sini. Panggil dari luar. Kita berkembang, itu bagus.

Seberapa mendesak pemerintah harus serius kembangkan dunia riset?
Sekarang ini kita hanya pemakan saja. Kayak handphone, kita cuma baru jadi pembeli. Kita pemakai saja. Kenapa kita nggak kembangkan?
Samsung dulu kan jelek, nggak ada apa-apanya, tapi pemerintah mereka kasih dukungan, jadi bisa mendunia. Akhirnya sekarang Apple saja kalah.
Misalkan pemerintah kita bilang ‘Oke, kita bikin yuk. Kalahkan Samsung’. 15 tahun lagi bisa, asal dukung terus. Masa kita enggak bisa? Pasti bisa. Asal ada kemauan, riset-risetnya djalankan.

Mobil juga, kebanyakan Jepang. Yuk, pemerintah support, bikin mobil tapi mobil terdepan.
Mobil terbang lah, kan sekarang belum ada. Kalau kita mau jadi produsen mobil terbang dari sekarang, 10 tahun lagi kita nomor satu.
Kejar saja. Dukung terus. Jadi sebenarrnya tergantung keinginan pemerintah saja. DPR juga harus beri dukungan. Selama ini DPR cuma berpikir, pentingnya teknologi dalam ekonomi apa? Kalau nggak, ya di pangkas anggarannya.

Riset itu bisa mempengaruhi bidang apa saja?
Banyak. Misalnya Kesehatan. Contoh, sekarang dunia mewaspadai ebola. Kalau misalkan ebola bisa terjangkit, biaya yang dikeluarkan berapa sebulan buat obat?
Vaksinnya akhirnya beli dari mana? Beli dari Amerika kan triliunan karena mereka buat persediaan.
Semuanya dijaga buat divaksin. Kenapa sih nggak kita bikin labnya? Lab vaksin yang canggih nanti buat nanggulangin ebola.
Waktu virus flu burung, kita pusing. Harus beli vaksin banyak-banyak, miliaran. Yang kaya malah tukang bikin vaksin.

Terus riset di pertanian. Petani-petani kita setahun cuma 4 ton per hektar sudah setengah mati. Tiongkok pake teknologi, pake riset, udah 15 ton per hektar. Hasil pertanian Indonesia 15 banding 4 dong, hampir 4 kali lipat. Riset dong. Membantu petani setempat.

Sekarang senjata kita beli dari negara x. Peraturannya banyak banget.
Kagak boleh ini, kagak boleh itu. Jadi cuman panjangan doang. Tujuannya baik.
Jangan digunakan untuk perang tapi jadi pajangan. Kan sayang. Macem-macem dari berbagai sektor. Gimana mempertahankan pertumbuhan ekonomi 7 persen?
Apa saja yang mesti kita ekspor? Apa saja yang kita mesti impor supaya 7 persen? Kayak Tiongkok, gimana caranya, kita harus riset.

Contoh negara yang sudah menerapkan riset?
Negara-negara maju semua pake riset. Amerika, Jepang, Korea. Dananya besar, 2-3 persen (dari APBN). Bahkan negara ada yang sampai 8 persen.
Sebentar lagi akan ada pemerintahan baru. Tertarik mau jadi Menteri Riset dan Teknologi?
Saya saat ini lebih baik di luar [pemerintahan]. Saya ingin mengembangkan riset-riset di Universitas Surya.
Saya berharap bisa tunjukkan ke universitas lain bahwa kita bisa riset dengan kondisi seminim mungkin dan kita bisa menjadi besar. Ini jadi pendorong untuk unversitas-universitas lain dalam riset.
Nanti Menristek yang baru itu dia lah yang tinggal nge-push sedikit. Jadi saya dari bawah, Menristeknya dari atas. Asal nyambung aja.

Jadi saya lebih cenderung membantu Joko Widodo. Bila diizinkan jadi penasihat untuk riset, bukan jadinya menterinya.
Saya akan mencoba memberi pandangan pada beliau kemana Indonesia harusnya, riset kemana aja. Nggak ada gunanya saya di situ, nggak terlalu bermanfaat.
Biarkan orang-orang yang punya kapasitas sebagai birokrat, silakan. Biarkan saya di sini, nanti bisa sinergi. Itu sih harapannya. Tapi nggak tau, (nanti) Pak Jokowi memberi pandangannya seperti apa.

Bagaiman kalau Jokowi menunjuk Anda?
Saya tetap akan negosiasi, kalau bisa saya di luar pemerintahan. Saya lebih efektif di luar. Kemungkinannya kecil, kecuali ada sesuatu.
Tapi saat ini saya cenderung untuk di luar. Saya nggak tahu setelah Jokowi panggil. Something can happen. Ya, mudah-mudahan nggak ada perubahan.

Kandidat yang cocok untuk mengisi Menristek?
Sebenarnya ada teman saya yang cukup bagus. Tidak banyak omong tapi ide-idenya cukup menarik.
Dia mencoba penggabungan antara perguruan tinggi dengan kemenristek, mengelaborasinya. Maksud saya, sangat strategis. Dia mantan Wakil Rektor IPB, namanya  Asep Saefuddin.
Orangnya cukup strategis. Selama berteman dengan dia, orangnya punya pemikiran menarik. Artinya, pembicaraan saya dengan beliau, orangnya kalau saya lihat sih Oke.

Selain Asep?
Saya belum diskusi banyak sehingga sulit mengatakan. Liat visinya dia seperti apa. Mungkin ada. Indonesia kan banyak orang pinter. Belum ketemu saja.

Kriteria Menristek menurut Anda?
Menurut saya, orangnya harus punya pikiran kalau Indonesia itu harus menjadi negara riset. Riset-riset harus dipegang.
Singapura pintar sekali untuk menerapkan strategi risetnya. Sebenarnya kita bisa.
Amerika kan banyak lulusan dari Harvard dan MIT (Massachusetts Institute of Technology). Tapi mereka itu sulit mencari pekerjaan karena di Amerika persaingannya tajam. Singapura pintar karena buka lowongan.
Lulusan MIT sudah jago, nggak perlu satunya. Kenapa nggak kita bergabung dengan peneliti lokal, mereka dari luar. Naik dong derajatnya.
Jadi bisa menulis di makalah internasional. Namanya naik dan ide-idenya berkembang kan.
Artinya, Menristek yang akan datang harus berpikir strategis. Harus berpikir out of the box. Gimana caranya cari akal riset di Indonesia seluruhnya merata, agar hasilnya dapat dirasakan masyarakat setempat, masyarakat banyak.
Mungkin kelihatannya 3-4 tahun ke depan. Nggak apa-apa. Namanya riset butuh waktu. Jadi, harus yang punya visi kuat. (ren)
sumber : viva news

Kamis, 28 Agustus 2014

Arie Setya Yudha - Bermula dari Hobi: Lihat Peluang Kini Bisnis Seragam Tentaranya Beromzet Miliaran Rupiah


Arie Setya Yudha
Tidak pernah tebersit di benak Arie Setya Yudha untuk bisa menjadi produsen seragam militer yang mampu menembus pasar Amerika Serikat (AS) dan banyak negara di Eropa. Namun, laki-laki yang masih menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Gadjah Mada (UGM) ini nyatanya mampu memasarkan produknya di wilayah tersebut.

Lewat merek Molay Military Uniform Division, laki-laki kelahiran tahun 1990 ini sukses mengembangkan bisnisnya hingga mampu mencetak omzet sebesar Rp 1,5 miliar sepanjang tahun 2013.
Berawal dari kegemarannya bermain airsoft gun, Arie merintis usaha pembuatan seragam militer di bawah bendera PT Molay Satria Indonesia pada tahun 2009 di Yogyakarta. Awalnya, ia hanya memproduksi seragam sesuai permintaan, tetapi kini ia mampu memproduksi lebih dari 200 set seragam militer setiap bulan.
Arie mengaku memproduksi seragam militer ini menggunakan bahan baku yang berkualitas. Masalah kualitas memang menjadi perhatian utama baginya. Sebab, agar produknya makin diterima oleh konsumen di luar negeri, kualitas yang prima menjadi keharusan.
Oleh sebab itu, Arie sangat selektif memilih bahan baku seperti kain, retsleting, ataupun kancing seragam. Arie melakukan riset mendalam di internet untuk bisa mendapatkan bahan baku dari produsen langsung. Tidak jarang dia mendatangkan bahan baku impor. “Jadi intinya harus pintar-pintar mencari via internet,” tandasnya.
Sampai sekarang dia memasarkan produknya hanya lewat internet. Satu set seragam dia jual seharga Rp 560.000-Rp 2 juta. Sebagian besar konsumennya adalah orang-orang militer, kepolisian, pekerja tambang, maupun para penggemar permainan airsoft gun. Beberapa pasar internasional yang sudah berhasil dia tembus seperti Italia, AS, Swedia, Kanada, Austria, dan Norwegia.
Usaha Arie pun terus berkembang dengan memanfaatkan internet ataupun forum maya sebagai media pemasaran, seperti Kaskus maupun situs jual beli online luar negeri. Permintaan terhadap Molay Military Uniform Division terus meningkat setiap tahun. Sepanjang tahun 2014 hingga Agustus ini, pria berusia 24 tahun ini mengaku sudah meraup omzet hingga Rp 2 miliar dari penjualan seragam militer lewat toko online. “Hingga akhir tahun kita targetkan mencapai angka Rp 3 miliar,” ungkapnya.
Selain pemasaran lewat internet, Arie juga memiliki reseller atau distributor di berbagai daerah serta dealer resmi di Jakarta Utara. Pada usianya yang masih relatif muda, Arie sudah mampu mandiri secara ekonomi. Ia tak lagi harus mengandalkan kiriman dari orangtuanya untuk membiayai kuliah dan hidupnya. Arie pun bisa melakukan kegemarannya bermain airsoft gun kapan pun dia mau tanpa harus khawatir masalah dana.
Kini Arie dibantu oleh 17 karyawan. Sebanyak 10 di antaranya adalah staf pemasaran dan tujuh lainnya di bagian produksi. Ari mengaku akan terus melakukan inovasi-inovasi baru dan semakin memperluas pasarnya ke luar negeri.
Hobi seringkali bisa menjadi sebuah ladang bisnis jika jeli melihat peluang. Itulah yang Arie Setya Yudha jalani hingga sukses mengembangkan bisnis seragam militer di bawah bendera PT Molay Satria Indonesia.

Meski masih tercatat sebagai seorang mahasiswa, Aria kini sudah mampu menjelma sebagai pebisnis seragam tempur yang berhasil menembus pasar internasional. Produk yang dia hasilkan tidak hanya pakaian tempur atawa pakaian militer, tetap juga perlengkapan lainnya seperti topi dan ikat pinggang, sepatu dan tas.

Arie hanya mengandalkan penjualan lewat internet untuk mempromosikan produknya ke luar negeri. Sementara, di dalam negeri dia memiliki beberapa distributor dan diler resmi di Jakarta Pusat.

Dorongan kuat untuk memulai bisnis kala itu lantaran Aria memiliki kegemaran bermain airsoft gun. Sementara, biaya untuk bisa bermain permainan tersebut tidak murah. Apalagi dia hanya mengandalkan uang kiriman orang tua yang terbatas. Agar bisa terus menjalankan hobinya, Aria berniat mencari uang tambahan.

Kemudian terbesitlah ide untuk membuat seragam airsoft gun. Karena waktu itu saya melihat seragam yang ada di pasar tidak memiliki kualitas yang bagus. "Jadi saya ingin buat seragam yang kualitasnya tinggi,” tutur pria kelahiran 31 Maret 1990 ini.

Dengan menyisihkan uang jajan, Arie mengumpulkan modal Rp 280.000 untuk memulai usahanya pada tahun 2009. Modal tersebut ia pergunakan untuk membeli 4 meter (m) kain. Arie lalu membuat desain dan pola pakaian. Sedangkan proses pengerjaannya ia serahkan ke penjahit.

Arie kemudian mengunggah hasil produksi pertamanya ke forum jual beli di internet. Ternyata banyak yang tertarik dengan seragam buatannya. Seragam tersebut terjual seharga Rp 560.000. "Keuntungannya untuk bayar ongkos jahit dan modal produksi pesanan selanjutnya," kata dia.

Setelah itu pesanan seragam terus mengalir. Dia pun makin serius menjalani usaha ini dengan membuka rumah produksi yang berlokasi di Yogyakarta. Dengan modal Rp 25 juta dari keuntungan usaha yang dikumpulkan, Arie membeli mesin jahit dan beberapa peralatan lainnya untuk produksi. "Jadi sebenarnya saya beli mesin jahit dan saya kasih ke tukang jahit. Rumah mereka saya jadikan rumah produksi kami," kata dia.

Saat ini, Arie sudah memiliki tujuh penjahit langganan untuk produksi sehari-hari. Sementara, jika produksi sedang banyak, ia juga menyebar pesanan jahitan ke penjahit lain.

Dengan modal yang masih terbatas kala itu, pria berusia 24 tahun ini terus mengembangkan usahanya. Kendati tak punya latarbelakang di bidang konveksi, Arie merasa hal itu tidak menjadi kendala. Ia banyak belajar secara otodidak dari internet. Pengetahuan tentang bahan baku yang berkualitas hingga cara mendapatkan pemasok dia dapatkan dari riset di internet.

Hingga kini, Arie masih terkendala mencari tempat produksi dan penjahit karena produksinya makin banyak. "Namun, masih terlalu sedikit sedikit jika dimasukkan ke pabrik besar," kata dia.

Sepanjang tahun 2013, Aria mengaku bisa mengantongi omzet sebesar Rp 1,5 miliar. Pada delapan bulan pertama di tahun ini, omzet usahanya sudah sudah mencapai Rp 2 miliar. Dia optimistis hingga akhir tahun 2014 bisa mencetak omzet hingga Rp 3 miliar. Sebagai bukti kesuksesannya membangun bisnis, Arie  pernah menjadi salah satu finalis Wirausaha Muda Mandiri pada tahun 2011 untuk kategori bisnis.

Kendati Kesuksesan sudah digapai, namun perjalanan Arie untuk membesarkan Molay Military Uniform Division tidak selalu berjalan mulus. Tidak memiliki pengalaman apapun di dunia konveksi, dia hadapi dengan belajar banyak dari internet. Meski sudah memiliki pemasok bahan baku langganan dari luar negeri, namun Arie mengaku masih kesulitan mencari pemasok yang benar-benar sesuai dengan kriterianya.

Selama ini sebagian bahan baku masih dia datangkan dari luar negeri, salah satunya dari Malaysia. Namun dia mengaku sebagian besar bahan baku tetap berasal dari dalam negeri.

Selain itu, terkadang dia juga kesulitan mencari tenaga penjahit untuk menyelesaikan pesanan yang datang. Kapasitas produksinya saat ini sudah terlalu besar untuk garmen kecil. Namun juga masih terlalu sedikit untuk dimasukkan ke garmen berskala besar. "Kapasitas produksi kami saat ini masih tanggung," ujar Arie.

Saat ini rata-rata produksinya minimal 200 seragam per bulan. Harga jual produknya berkisar Rp 560.000 hingga Rp 2 juta per unit. Beberapa pasar internasional yang sudah berhasil dia tembus seperti Italia, AS, Swedia, Kanada, Austria, dan Norwegia

Terlepas dari berbagai kendala yang dia hadapi, Arie masih tetap semangat mengembangkan usahanya. Salah satunya caranya adalah dengan menyiapkan sistem pemasaran business to business (B2B) untuk memperbesar pasar. Sebab selama ini  Molay Military Uniform Division baru terfokus pada penjualan ke konsumen ritel lewat internet. Pasar internasional yang berhasil dia tembus pun kebanyakan adalah pembeli ritel yang mendapatkan informasi produknya dari internet.

Dengan konsep pemasaran baru tersebut, Arie yakin permintaan bisa meningkat dan omzetnya otomatis akan makin besar. "Saya akan membangun hubungan dengan pengusaha lain yang tentunya bertujuan untuk bisa meraih konsumen yang lebih banyak," kata dia.

Agar siap dengan ekspansinya memperluas pasar ke konsumen korporat atau perusahaan, tahun ini Arie mengaku telah menpersiapkan banyak produk-produk baru agar konsumen memiliki lebih banyak pilihan produk. Dari situ dia berharap bisa tetap mendapatkan kepercayaan dari konsumen dan mampu meningkatkan brand Molay Military di pasar lokal dan internasional.

Dia berharap bisa segera mendapat jalan keluar dari kendala SDM yang terbatas serta bisa mendapatkan lokasi rumah produksi yang tepat. (Dina Mirayanti Hutauruk)

sumber: kompas01  kompas02 

Rabu, 27 Agustus 2014

Keripik Maicih dari 15 Juta menjadi 4 Miliar


Reza Nurhilman alias Axl29
Dunia digital membuka peluang bisnis menggiurkan: menjadi kaya raya tanpa perlu menunggu rambut beruban. Bukan hanya bagi mereka yang mencipta aplikasi digital, tapi juga mereka yang memanfaatkan aplikasi tersebut.
Simak saja kisah Reza Nurhilman. Dengan keterbatasan dana membangun usaha, pemuda 23 tahun ini meraih sukses tak terkira berkat dunia maya. Ia memanfaatkan situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter sebagai media pemasaran.Reza atau akrab disapa Axl adalah pemilik usaha keripik pedas 'Maicih', yang sempat membuat heboh remaja Bandung.
Hanya setahun setelah meluncurkan usahanya di Twitter, ia mampu mengantongi omzet penjualan Rp4 miliar per bulan. Berangkat dengan modal sekitar Rp15 juta, ia membuat permainan yang memancing penasaran Facebookers dan Tweeps. Ia merancang lokasi penjualan berpindah-pindah setiap hari, yang hanya dapat diketahui dengan melihat status Facebook (#maicih) atau Tweet Maicih (@infomaicih).



Strategi itu sukses. Keripiknya menjadi barang buruan. Konsumen harus mengantre berjam-jam demi mendapatkan keripik superpedas itu. Bahkan, antrean pernah memanjang hingga satu kilometer. "Strategi pemasaran sengaja saya pilih berpindah-pindah sehingga orang penasaran untuk selalu mengetahui di mana keripik Maicih nongkrong," ucapnya.
Latar belakang usaha?Saya itu lulus SMU di tahun 2005, empat tahun saya menganggur, dalam artian tidak kuliah. Saya baru kuliah itu 2009. Dalam empat tahun menganggur, saya jual beli barang seperti elektronik, pupuk. Semua saya jual. Akhirnya saya punya produk yang tepat dan kendaraan yang tepat.
Saya lahir dari tiga bersaudara, anak paling bungsu, dari ekonomi keluarga yang biasa-biasa saja. Waktu lulus SMU itu, ekonomi keluarga benar-benar drop, jadi saya memutuskan untuk menunda kuliah karena tidak mau membebani orangtua. Saya tidak memiliki figur seorang ayah, jadi mama saya banting tulang, kerja keras untuk menghidupi tiga orang anaknya. Saya tidak tega membebani lagi dengan biaya kuliah.
Jadi selama empat tahun mulai agak berhasil apalagi dengan adanya Maicih.Jadi, jatuh bangunnya saya ini, sebelum saya memulai bisnis Maicih. Baru pas Maicih, mungkin momen dan waktunya tepat. Saya percaya Tuhan itu memberikan rezeki pada umatnya tidak terlalu cepat dan tidak terlalu terlambat. Tepat pada waktunya.Banyak orang yang mencibir mungkin tidak tahu kerja keras saya dalam membentuk bisnis ini. Sudah biasa. Jadi ya sudah tebal muka.
Tips anak muda untuk berbisnis?
Anak-anak muda itu harus jauh lebih yakin. Jika ingin menekuni sesuatu harus konsisten, ngotot, dan antusias. Kita harus semangat kalau kita punya sesuatu, kita harus yakin. Untuk menuju puncak itu memang tidak mudah, tidak semudah kita membalikkan telapak tangan, tapi ketika kita mengejarnya dengan yakin dan percaya, pasti akan tercapai.Maicih berawal dari impian, jadi kerja keras untuk mencapai impian tersebut itu harus. Tidak mungkin kita hidup selalu bergantung pada orang lain.
website: maicih

Senin, 11 Agustus 2014

Immang, Kandidat Doktor Fisika di Oxford pada Usia ke-23

 
Firmansyah Kasim alias Immang

Makassar - Di balik kesederhanaan dan senyum ramahnya, mungkin tidak ada yang menyangka, Firmansyah Kasim (23) merupakan kandidat Doktor Fisika Partikel Universitas Oxford di Inggris.

Saat ditemui detikcom di Warkop Bundu, jalan Rusa, Makassar, Senin (4/8/2014), pria yang akrab disapa Immang ini mengaku tidak pernah membayangkan sebelumnya bisa sekolah di luar negeri. Immang merupakan penerima beasiswa dari pemerintah Indonesia, melalui beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan).

Ketika duduk di bangku SMA, di SMA Islam Athirah, putra bungsu pasangan Kasim dan Farida kelahiran 26 Januari 1991 ini pernah meraih medali emas di 38th International Physics Olympiad, Juli 2007 di Isfahan, Iran dan pada April 2007 juga meraih medali emas di Asian Physics Olimpiad (APhO) di Beijing,Tiongkok, termasuk beberapa penghargaan internasional lainnya.

Selain sibuk menimba studi di negeri Ratu Elizabeth ini, Immang merupakan warga Indonesia pertama yang aktif di Lembaga Penelitian Fisika Partikel di Universitas Oxford. Selain itu pula ia juga aktif sebagai peneliti di CERN (Conseil Europe;ene pour la Recherche Nucle;aire) laboratorium penelitian Fisika Partikel dan Nuklir terbesar di dunia, yang berada di Jenewa, Swiss.

Di jurusan Fisika Partikel Oxford ini pula Immang sealmamater dengan fisikawan dunia, Stephen Hawking. Jika tak ada aral menghalang, dalam 2 tahun ke depan Immang akan meraih gelar Doctor Philosopy atau biasa disingkat DR. Phil bidang Fisika Partikel, gelar kebanggaan alumni Universitas Oxford.

Immang berharap akan semakin banyak anak Indonesia yang mengikuti jejaknya, menimba ilmu di universitas ternama di dunia. Syaratnya, tekun belajar dan pandai memanfaatkan peluang beasiswa sekolah di luar negeri.

"Saya berharap bisa mengabdikan diri untuk bangsa setelah selesai menimba ilmu di Oxford dan semakin banyak pula putra-putri Indonesia yang mendapat kesempatan memperoleh pendidikan berkualitas, seperti di Oxford," pungkas alumnus jurusan Teknik Elektro ITB ini.

sumber : news detik

Rabu, 06 Agustus 2014

Arfi dan Arie, Lulusan SMK yang Ahli Design Engineering Internasional Mampu Kalahkan Pakar yang Bergelar PhD

 
DI RUMAH: Arfi’an Fuadi (kiri) dan M. Arie Kurniawan di markas D-Tech Engineering, Salatiga. Kakak beradik ini menggarap proyek dari berbagai negara. Foto: M. Salsabyl Adn

SUASANA ruang tamu di rumah Arfi’an Fuadi, 28, di Jalan Canden, Salatiga, Jawa Tengah, masih dipenuhi nuansa Idul Fitri. Jajanan Lebaran seperti kacang, nastar, dan kue kering memenuhi meja untuk menjamu tamu yang berkunjung.
Di sebelah ruang tamu terdapat ruangan yang lebih kecil. Di dalamnya ada tiga unit komputer. Rupanya, di ruangan kecil itulah Arfi –panggilan Arfi’an Fuadi– bersama sang adik M. Arie Kurniawan dan dua karyawannya mengeksekusi order design engineering dari berbagai negara.
Kiprah dua bersaudara itu di dunia rancang teknik internasional tak perlu diragukan lagi. Tahun lalu Arie memenangi kompetisi tiga dimensi (3D) design engineering untuk jet engine bracket (penggantung mesin jet pesawat) yang diselenggarakan General Electric (GE) Amerika Serikat. Arie mengalahkan sekitar 700 peserta dari 56 negara.
”Lomba ini membuat alat penggantung mesin jet seringan mungkin dengan tetap mempertahankan kekuatan angkut mesin jet seberat 9.500 pon. Saya berhasil mengurangi berat dari 2 kilogram lebih menjadi 327 gram saja. Berkurang 84 persen bobotnya,” ungkap Arie ketika ditemui di rumah kakaknya, Senin (4/8).
Yang membanggakan, Arie mengalahkan para pakar design engineering yang tingkat pendidikannya jauh di atas dirinya.
Misalnya, juara kedua diraih seorang PhD dari Swedia yang bekerja di Swedish Air Force. Sedangkan yang nomor tiga lulusan Oxford University yang kini bekerja di Airbus. ”Padahal, saya hanya lulusan SMK Teknik Mekanik Otomotif,” jelas Arie.
Sekilas memang tak masuk akal. Bagaimana bisa seorang lulusan SMK yang belum pernah mendapatkan materi pendidikan CAD (computer aided design) mampu mengalahkan doktor dan mahasiswa S-3 yang bekerja di perusahaan pembuat pesawat? CAD adalah program komputer untuk menggambar suatu produk atau bagian dari suatu produk.
Rupanya, ilmu utak-atik desain teknik itu diperoleh dan didalami Arie dan kakaknya, Arfi, secara otodidak. Hampir setiap hari keduanya melakukan berbagai percobaan menggunakan program di komputernya. Mereka juga belajar dari referensi-referensi yang berserak di berbagai situs tentang design engineering.
”Terus terang dulu komputer saja kami tidak punya. Kami harus belajar komputer di rumah saudara. Lama-lama kami jadi menguasai. Bahkan, para tetangga yang mau beli komputer, sampai kami yang disuruh ke toko untuk memilihkan,” kenang Arfi.
Sebelum menjadi profesional di bidang desain teknik, dua putra keluarga A. Sya’roni itu ternyata harus banting tulang bekerja serabutan membantu ekonomi keluarga. Arfi yang lulusan SMK Negeri 7 Semarang pada 2005 pernah bekerja sebagai tukang cetak foto, di bengkel sepeda motor, sampai jualan susu keliling kampung.
Sang adik juga tak jauh berbeda, jadi tukang menurunkan pasir dari truk sampai tukang cuci motor. ”Kami menyadari, penghasilan orang tua kami pas-pasan. Mau tidak mau kami harus bekerja apa saja asal halal,” tutur Arfi.
Baru pada 2009 Arfi bisa menyalurkan bakat dan minatnya di bidang program komputer. Pada 9 Desember tahun itu dia memberanikan diri mendirikan perusahaan di bidang design engineering. Namanya D-Tech Engineering Salatiga. Saksi bisu pendirian perusahaan tersebut adalah komputer AMD 3000+. Komputer itu dibeli dari uang urunan keluarga dan gaji Arfi saat masih bekerja di PT Pos Indonesia.
”Gaji saya waktu itu sekitar Rp 700 ribu sebagai penjaga malam kantor pos. Lalu ada sisa uang beasiswa adik dan dibantu bapak, jadilah saya bisa membeli komputer ini,” kenangnya.
Setelah berdiskusi dengan sang adik, Arfi pun menetapkan bidang 3D design engineering sebagai fokus garapan mereka. Sebab, dia yakin bidang itu booming dalam beberapa tahun ke depan. ”Kami pun langsung belajar secara otodidak aplikasi CAD, perhitungan material dengan FEA (finite element analysis), dan lain-lain,” jelasnya.
Tak lama kemudian, D-Tech menerima order pertama. Setelah mencari di situs freelance, mereka mendapat pesanan desain jarum untuk alat ukur dari pengusaha Jerman. Si pengusaha bersedia membayar USD 10 per set. Sedangkan Arfi hanya mampu mengerjakan desain tiga set jarum selama dua minggu.
”Kalau sekarang mungkin bisa sepuluh menit jadi. Dulu memang lama karena kalau mau download atau kirim e-mail harus ke warnet dulu. Modem kami dulu hanya punya kecepatan 2 kbps. Hanya bisa untuk lihat e-mail.”
Di luar dugaan, garapan D-Tech menuai apresiasi dari si pemesan. Sampai-sampai si pemesan bersedia menambah USD 5 dari kesepakatan harga awal. ”Kami sangat senang mendapat apresiasi seperti itu. Dan itulah yang memotivasi kami untuk terus maju dan berkembang,” tegas Arfi.
Sejak itu order terus mengalir tak pernah sepi. Model desain yang dipesan pun makin beragam. Mulai kandang sapi yang dirakit tanpa paku yang dipesan orang Selandia Baru sampai desain pesawat penyebar pupuk yang dipesan perusahaan Amerika Serikat.
”Pernah ada yang minta desain mobil lama GT40 dengan handling yang sama. Untuk proyek itu, si pemilik sampai harus membongkar komponen mobilnya dan difoto satu-satu untuk kami teliti. Jadi, kami yang menentukan mesin yang harus dibeli, sasisnya model bagaimana dan seterusnya. Hasilnya, kata si pemesan, 95 persen mirip,” jelasnya.
Selama lima tahun ini, D-Tech telah mengerjakan sedikitnya 150 proyek desain. Tentu saja hasil finansial yang diperoleh pun signifikan. Mereka bisa membangun rumah orang tuanya serta membeli mobil. Tapi, di sisi lain, capaian yang cukup mencolok itu sempat mengundang cibiran dan tanda tanya para tetangga.
”Kami dicurigai memelihara tuyul. Soalnya, pekerjaannya tidak jelas, hanya di rumah, tapi kok bisa menghasilkan uang banyak. Mereka tidak tahu pekerjaan dan prestasi yang kami peroleh,” cerita Arfi seraya tertawa.
Sayangnya, dari 150 proyek itu, hanya satu yang dipesan klien dalam negeri. ”Satu-satunya klien Indonesia adalah dari sebuah perusahaan cat. Mereka beberapa kali memesan desain mesin pencampur cat,” lanjutnya.
Meski punya segudang pengalaman dan diakui berbagai perusahaan internasional, Arfi dan Arie masih belum bisa berkiprah di desain teknik Indonesia. Penyebabnya, mereka hanya berijazah SMK.
”Kalau ditanya apakah tidak ingin membantu perusahaan nasional, kami tentu mau. Tapi, apakah mereka mau? Di Indonesia kan yang ditanya pertama kali lulusan apa dan dari universitas mana,” ujarnya.
Stigma ”hanya berijazah SMK” ditambah sistem pendidikan Indonesia yang dinilai kurang adil itulah yang ikut mengandaskan keinginan Arie melanjutkan pendidikan ke jenjang S-1 di Teknik Elektro Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Arie tidak bisa masuk jurusan itu karena hanya lulusan SMK mekanik otomotif.
”Saya ingin kuliah di jurusan itu karena ingin memperdalam ilmu elektro. Kalau mesin saya bisa belajar sendiri. Tapi, saya ditolak karena kata pihak Undip jurusannya tidak sesuai dengan ijazah saya. Padahal, lulusan SMA yang sebenarnya juga tidak sesuai diterima. Ini kan tidak adil namanya,” cetus Arie.
Meski ditolak, Arie tidak kecewa. Bersama sang kakak, dia tetap ingin menunjukkan prestasi yang mengharumkan nama bangsa. Dan itu telah dibuktikan dengan menjuarai kompetisi design engineering di Amerika yang diikuti para ahli dari berbagai negara. Selain itu, mereka tak segan-segan menularkan ilmunya kepada anak-anak muda agar melek teknologi 3D design engineering.
”Ada beberapa anak SMK yang datang ke kami untuk belajar. Sekarang ada yang sudah kerja di bidang itu. Ada juga yang bakal ikut kompetisi Asian Skills Competition sebagai peserta termuda,” jelasnya.
Mereka juga punya keinginan mengembangkan teknologi energi terbarukan. Salah satunya dengan mengembangkan desain pembangkit listrik tenaga angin.
”Kami bekerja sama dengan anak-anak SMK untuk mengembangkan biodiesel dari minyak jelantah. Lalu, Mas Ricky Elson (pembuat mobil listrik yang dibawa Dahlan Iskan dari Jepang, Red) pernah menghubungi lewat Facebook, ingin menjalin kerja sama dengan kami. Tentu saja kami terima,” ungkapnya.
Dengan semua upaya itu, mereka punya satu impian, yakni mengembangkan sumber daya lokal Salatiga untuk menjadikan kota kecil itu pusat pengembangan manufaktur teknologi kelas dunia. Layaknya Silicon Valley di San Francisco, Amerika Serikat.
”Kami ingin membuktikan bahwa Indonesia bisa menjadi pusat industri manufaktur dunia. Terlebih lagi, teknologi 3D printing bakal menjadi tulang punggung industri masa depan. Itulah kenapa 3D design engineering sangat penting,” tandasnya.
sumber: copas edit