Senin, 30 Agustus 2010

Kerjakan yang Mampu Kau Kerjakan


Hari itu pada salah satu hari di musim gugur yang dingin, seorang petani melihat seekor burung walet kecil berbaring telentang di tengah ladangnya. Petani itu berhenti mencangkul, kemudianmenghampiri makluk bersayap yang ringkih itu lalu bertanya,”Mengapa kau berbaring dengan kaki ke atas seperti itu?”
“Kudengar langit akan runtuh hari ini,” sahut sang burung.
Petani renta itu berdecak,”Apakah kau dapat menahan langit dengan sepasang kaki kurusmu?”
“Bukankah orang harus mengerjakan yang mampu diperbuatnya,” jawab sang burung dengn tegas.

D’ette Corona

Jangan Putus Asa


Ketika semua serba salah, sebagaimana biasanya,
Ketika jalan yang kau tempuh terasa mendaki,
Ketika uang hanya sedikir sedangkan utang melilit,
Dan kau ingin tersenyum tetapi kau terpaksa mengeluh,
Ketika urusan terasa agak membebanimu,
Istirahat kalau perlu, tapi jangan berhenti.

Hidup ini aneh bila tanpa lekuk dan liku
Seperti yang kadang-kadang kita alami,
Dan banyak kegagalan yang kita jumpai.
Ketika semestinya kita berhasil ada saja yang menghalangi;
Namun jangan menyerah kendati gerak maju tampak lambat,
Siapa tahu berhasil pada usaha berikutnya.

Keberhasilan adalah sisi lain kegagalan,
Seperti tinta perak di balik awan keraguan,
Dan kau tak pernah tahu seberapa dekat tujuanmu,
Mungkin sudah dekat ketika bagimu terasa jauh;
Maka tetaplah berjuang bakan ketika hantaman semakin keras,
Ketika segalanya tampak sangat buruk,
Kau tetap tak boleh berhenti

Clinton Howell

Kamis, 19 Agustus 2010

Kisah Sukses : Ruth Sahanaya

Kisah Ruth Sahanaya: Kalau tidak jadi penyanyi, profesi apa yang paling pas buat Ruth Sahanaya? "Jadi pelawak...!" kata orang-orang terdekatnya yakin. Anda jangan kaget dulu. Pasalnya, menurut me­reka, selain sehari-hari selalu rame, si Uthe ini juga ‘gudangnya' cerita lucu. "Uthe, anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Alfares Edward Sahanaya dan Matheda David yang berdarah Ambon dan Sangir Talaud ini, tertawa lepas menanggapi komentar para sahabatnya itu. Wanita kelahiran Bandung, 1 September 1966, ini mengakui sejak kecil ia memang periang. Mungkin, karena masa kecilnya sarat dengan kasih sayang dan kenangan berkesan.

SI JAIL YANG TUKANG TIDUR Lulus dari TK dan SD St Paulus III, Bandung, Uthe melanjutkan ke SMP Bahureksa, juga di Bandung. Hampir setiap hari ia datang terlambat ke sekolah. Namun, hampir setiap hari pula ia pulang lebih awal. Kok, bisa begitu? Usut punya usut, ternyata Uthe memang hobi banget... tidur! Kalau sudah berbaring di ranjang, ia malas bangun. Dan, kalau matanya sudah ketap-ketip mengantuk, apa pun tak bisa meng­halanginya untuk segera berlayar ke ‘pulau kapuk' alias tempat tidur. Itulah yang membuatnya sering kali telat ke sekolah, atau sebaliknya, cepat-cepat pulang dari sekolah karena mengantuk! Bahkan, saking doyan tidur, Uthe tidak segan-segan tidur di kelas. "Pernah, saya menyogok penjaga sekolah untuk membukakan pintu gerbang sekolah agar saya bisa kabur pulang ke rumah," kisah Uthe, tertawa renyah. Tujuannya, apa lagi kalau bukan untuk tidur! Ketika duduk di bangku SMA (di SMAK Dago) dan beranjak remaja, keisengan Uthe sama sekali tidak berkurang. Seorang ibu guru SMA-nya di kelas satu, mendadak berteriak superkencang ketika membuka kotak tempat menyimpan kapur tulis. Apa pasal? Rupanya, Uthe jail menaruh kodok di dalamnya!

SUARANYA MEMANG INDAH Kalau sekarang Uthe menjelma jadi seorang penyanyi kawakan, rasanya hal itu tidak aneh. Soalnya, sejak masih duduk di TK pun, ia sudah berani ‘tarik suara' di muka umum. Ia memang berasal dari keluarga yang gemar menyanyi. Baik di rumah maupun di gereja, si bungsu ini terbiasa mendengarkan nada-nada musik. Dua kakak perempuannya, Biche dan Ita, tak kalah merdu suaranya. Begitu pula Sam, kakak laki-laki Uthe, yang meninggal karena kanker di usia 9 tahun. Diiringi gitar sang ayah, serta ditimpali suara indah sang ibu, lengkaplah vokal grup keluarga Sahanaya. Hasilnya memang tak sia-sia. Uthe berhasil menyabet Juara I Pop Singer Bandung Raya. Selanjutnya, pada tahun yang sama, berturut-turut ia meraih kemenangan sebagai Runner Up Pop Singer se-Jawa Barat, Runner Up Bintang Radio & Televisi se-Bandung, Juara I Bintang Radio & Televisi se-Jawa Barat, serta Runner up Bintang Radio & Televisi Tingkat Nasional. Maka, makin yakinlah dara bersuara emas ini akan talenta yang diberikan Tuhan kepadanya.

DIDIKAN KELUARGA Bagi Uthe, orang tua adalah segalanya. Panutan, pelindung, sekaligus penyuluh semangat kehidupannya. Walaupun ayahnya, A.E. Sahanaya, bukan tergolong the haves - hanya seorang pensiunan pegawai Departemen Dalam Negeri di Bandung - Ruth dan saudara-saudaranya hidup sangat berbahagia layaknya kisah-kisah keluarga harmonis. "Seingat saya, sepanjang pernikahan orang tua saya, tidak pernah sekali pun mereka bertengkar di depan anak-anaknya," cetus Uthe, bangga. Selain sikap moderat, terbuka, dan disiplin diri yang diterapkan dalam keluarganya, Uthe sangat terkesan pada dasar keimanan orang tuanya. "Setiap hari Papi dan Mami berdoa untuk anak-anaknya. Kami semua, diajarkan untuk selalu bersyukur atas karunia-Nya dalam keadaan susah maupun senang...." Di mata Uthe, ayah dan ibunya juga selalu bersikap adil terhadap semua anaknya. Meski anak bungsu, kalau melanggar aturan, Uthe tak luput menjalani hukuman. Ibunda Uthe sangat mementingkan tata krama. Bersikap santun dan hormat kepada orang yang lebih tua adalah amanat sang ibu yang tak pernah bisa ia lupakan. "Selain itu, Mami cerewet sekali dalam berbusana. Kelas lima SD, saya diharuskan pakai kaus singlet karena payudara saya mulai tumbuh. Tank top? No way! Mami bisa merepet seharian. Mami juga orangnya rapi, tak segan-segan mencuci dan menyetrika sendiri baju seragam dan pakaian tertentu anak-anaknya. Rupanya kebiasaan ini menurun kepada saya...." Namun, karena merasa kariernya di dunia musik baru ‘seumur jagung', Uthe tak mau berhenti belajar. Selain banyak berdiskusi dengan keluarga maupun teman-teman dekatnya, Uthe pun tak segan bertanya dan menimba pengalaman dari penyanyi senior yang dikaguminya, yaitu Vina Panduwinata dan Harvey Malaiholo. "Maklumlah, waktu itu saya kan masih malu-maluin," ungkap Uthe, jujur. Tak jarang, ia pun merasa minder karena memiliki tubuh yang mungil, dengan berat badan sekitar 43 kg dan tinggi ‘hanya' 153 cm. Itu sebabnya, ia kerap merasa ‘tenggelam' tatkala sedang beraksi di panggung yang luas dan disaksikan ribuan pasang mata. "Waduh, groginya minta ampun! Apalagi saat manggung pertama kali. Bahkan, jujur saja, sampai sekarang pun saya masih sering berkeringat dingin ketika harus tampil menyanyi," kata Uthe, tersenyum.

MENAPAK KE PUNCAK Tahun 1989 seolah menjadi milik Uthe. Ia terpilih sebagai penyanyi rekaman terbaik versi BASF. Dua piala sekaligus ia dapatkan. Album kaset Tak Kuduga meraup penjualan terlaris untuk kategori musik pop kreatif, sedangkan album Amburadul untuk kategori musik pop disko. Jalan emas mulai terbentang lebar di hadapannya. Jerih payahnya selama ini wira-wiri di berbagai pub jazz di kota kelahirannya, terbayar sudah. Kancah musik pop Indonesia pun makin berwarna dengan kehadiran Uthe. Vokalnya yang berpower tinggi menjadi ciri khasnya. Lita Zein, yang juga berkecimpung di dunia yang sama, dengan tulus berucap, "Sebagai penyanyi, Uthe memiliki bakat alami yang luar biasa. Sampai sekarang pun saya masih terus terpukau pada kekuatan talenta yang dimiliknya." Apakah semua keberhasilan itu membuat Uthe berubah? Ah, syukurlah, menurut orang-orang terdekatnya, Uthe ternyata masih seperti yang dulu. Penuh perhatian, selalu hormat dan santun ke­pada orang yang lebih tua, senang memberi, dan tetap senang melawak. Bahkan, kepada beberapa teman terdekatnya, Uthe senantiasa berpesan, "Kalau gue mulai sombong, tolong diingetin, ya?"

Kisah Sukses : Nelson Tansu

Banyak orang di berbagai penjuru dunia yang berusaha menggapai mimpi Amerika. Salah seorang yang berhasil merengkuhnya adalah warga negaraIndonesia. Dia bernama Nelson Tansu. Di AS, dia termasuk ilmuwan mulai naik daun dengan tiga hak paten di tangannya.
RAMADHAN POHAN, Washington DC
NAMA lengkapnya adalah Prof Nelson Tansu PhD. Setahun lalu, ketika baru berusia 25 tahun, dia diangkat menjadi profesor di Lehigh University, Bethlehem, Pennsylvania 18015, USA. Usia yang tergolong sangat belia dengan statusnya tersebut.
Kini, ketika usianya menginjak 26 tahun, Nelson tercatat sebagai professor termuda di universitas bergengsi wilayah East Coast, Negeri Paman Sam, itu.
Sebagai dosen muda, para mahasiswa dan bimbingannya justru rata-rata sudah berumur. Sebab, dia mengajar tingkat master (S-2), doktor (S-3), bahkan post doctoral.
Prestasi dan reputasi Nelson cukup berkibar di kalangan akademisi AS. Puluhan hasil risetnya dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional.
Dia sering diundang menjadi pembicara utama dan penceramah di berbagai seminar. Paling sering terutama menjadi pembicara dalam pertemuan-pertemuan intelektual, konferensi, dan seminar di Washington DC. Selain itu, dia sering datang ke berbagai kota lain di AS. Bahkan, dia sering pergi ke mancanegara seperti Kanada, sejumlah negara di Eropa, dan Asia.
Yang mengagumkan, sudah ada tiga penemuan ilmiahnya yang dipatenkan
di AS, yakni bidang semiconductor nanostructure optoelectronics devices dan high power semiconductor lasers. Di tengah kesibukannya melakukan riset-riset lainnya, dua buku Nelson sedang dalam proses penerbitan. Bukan main!!
Kedua buku tersebut merupakan buku teks (buku wajib pegangan, Red) bagi mahasiswa S-1 di Negeri Paman Sam.
Karena itu, Indonesia layak bangga atas prestasi anak bangsa di negeri rantau tersebut. Lajang kelahiran Medan, 20 Oktober 1977, itu sampai sekarang masih memegang paspor hijau berlambang garuda. Kendati belum satu dekade di AS, prestasinya sudah segudang. Ke mana pun dirinya pergi, setiap ditanya orang, Nelson selalu mengenalkan diri sebagai orang Indonesia. Sikap Nelson itu sangat membanggakan di tengah banyak tokoh kita yang malu mengakui Indonesia sebagai tanah kelahirannya.
"Saya sangat cinta tanah kelahiran saya. Dan, saya selalu ingin melakukan yang terbaik untuk Indonesia," katanya, serius.
Di Negeri Paman Sam, kecintaan Nelson terhadap negerinya yang dicap sebagai terkorup di Asia tersebut dikonkretkan dengan memperlihatkan ketekunan serta prestasi kerjanya sebagai anak bangsa. Saat berbicara soal Indonesia, mimic pemuda itu terlihat sungguh-sungguh dan jauh dari basa-basi.
"Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan merupakan bangsa yang
mampu bersaing dengan bangsa-bangsa besar lainnya. Tentu saja jika bangsa kita terus bekerja keras," kata Nelson menjawab koran ini.
Dia adalah anak kedua di antara tiga bersaudara buah pasangan Iskandar Tansu dan Lily Auw yang berdomisili di Medan, Sumatera Utara. Kedua orang tua Nelson adalah pebisnis percetakan di Medan. Mereka adalah lulusan universitas di Jerman. Abang Nelson, Tony Tansu, adalah master dari Ohio, AS. Begitu juga adiknya, Inge Tansu, adalah lulusan Ohio State University (OSU). Tampak jelas bahwa Nelson memang berasal dari lingkungan keluarga berpendidikan.
Posisi resmi Nelson di Lehigh University adalah assistant professor di bidang electrical and computer engineering. "Walaupun saya adalah profesor di jurusan electrical and computer engineering, riset saya sebenarnya lebih condong ke arah fisika terapan dan quantum Electronics," jelasnya.
Sebagai cendekiawan muda, dia menjalani kehidupannya dengan tiada hari tanpa membaca, menulis, serta melakukan riset. Tentunya, dia juga menyiapkan materi serta bahan kuliah bagi para mahasiswanya. Kesibukannya tersebut, jika meminjam istilah di Amerika, bertumpu pada tiga hal. Yakni, learning, teaching, and researching. Boleh jadi, tak ada waktu sedikit pun yang dilalui Nelson dengan santai. Di sana, 24 jam sehari dilaluinya dengan segala aktivitas ilmiah. Waktu yang tersisa tak lebih dari istirahat tidur 4-5 jam per hari.
Anak muda itu memang enak diajak mengobrol. Idealismenya berkobar-kobar dan penuh semangat. Layaknya profesor Amerika, sosok Nelson sangat bersahaja dan bahkan suka merendah. Busana kesehariannya juga tak aneh-aneh, yakni mengenakan kemeja berkerah dan pantalon.
Sekilas, dia terkesan pendiam. Pengetahuan dan bobotnya sering tersembunyi di balik penampilannya yang seperti tak suka bicara. Tapi, ketika dia mengajar atau berbicara di konferensi para intelektual, jati diri akademisi Nelson tampak. Lingkungan akademisi, riset, dan kampus memang menjadi dunianya. Dia selalu peduli pada kepentingan serta dahaga pengetahuan para mahasiswanya di kampus.
Ada yang menarik di sini. Karena tampangnya yang sangat belia, tak sedikit insan kampus yang menganggapnya sebagai mahasiswa S-1 atau program master. Dia dikira sebagai mahasiswa umumnya. Namun, bagi yang mengenalnya, terutama kalangan universitas atau jurusannya mengajar, begitu bertemu dirinya, mereka selalu menyapanya hormat: Prof Tansu.
"Di semester Fall 2003, saya mengajar kelas untuk tingkat PhD tentang physics and applications of photonics crystals. Di semester Spring 2004, sekarang, saya mengajar kelas untuk mahasiswa senior dan master tentang semiconductor device physics. Begitulah," ungkap Nelson menjawab soal kegiatan mengajarnya. September hingga Desember atau semester Fall 2004, jadwal mengajar Nelson sudah menanti lagi. Selama semester itu, dia akan mengajar kelas untuk tingkat PhD tentang applied quantum mechanics for semiconductor nanotechnology.
"Selain mengajar kelas-kelas di universitas, saya membimbing beberapa mahasiswa PhD dan post-doctoral research fellow di Lehigh University ini," jelasnya saat ditanya mengenai kesibukan lainnya di kampus.
Nelson termasuk individu yang sukses menggapai mimpi Amerika (American dream). Banyak imigran dan perantau yang mengadu nasib di negeri itu dengan segala persaingannya yang superketat. Di Negeri Paman Sam tersebut,ada cerita sukses seperti aktor yang kini menjadi Gubernur California Arnold Schwarzenegger yang sebenarnya adalah imigran asal Austria. Kemudian, dalam Kabinet George Walker Bush sekarang juga ada imigrannya, yakni Menteri Tenaga Kerja Elaine L. Chao. Imigran asal Taipei tersebut merupakan wanita pertama Asian-American yang menjadi menteri selama sejarah AS.
Negara Superpower tersebut juga sangat baik menempa bakat serta intelektual Nelson. Lulusan SMA Sutomo 1 Medan itu tiba di AS pada Juli 1995. Di sana, dia menamatkan seluruh pendidikannya mulai S-1 hingga S-3 di University of Wisconsin di Madison. Nelson menyelesaikan pendidikan S-1 di bidang applied mathematics, electrical engineering, and physics. Sedangkan untuk PhD, dia mengambil bidang electrical engineering.
Dari seluruh perjalanan hidup dan karirnya, Nelson mengaku bahwa semua suksesnya itu tak lepas dari dukungan keluarganya. Saat ditanya mengenai siapa yang paling berpengaruh, dia cepat menyebut kedua orang tuanya dan kakeknya. "Mereka menanamkan mengenai pentingnya pendidikan sejak saya masih kecil sekali," ujarnya.
Ada kisah menarik di situ. Ketika masih sekolah dasar, kedua orang tuanya sering membanding-bandingkan Nelson dengan beberapa sepupunya yang sudah doktor. Perbandingan tersebut sebenarnya kurang pas. Sebab, para sepupu Nelson itu jauh di atas usianya. Ada yang 20 tahun lebih tua. Tapi, Nelson kecil menganggapnya serius dan bertekad keras mengimbangi sekaligus melampauinya. Waktu akhirnya menjawab imipian Nelson tersebut.
"Jadi, terima kasih buat kedua orang tua saya. Saya memang orang yang suka dengan banyak tantangan. Kita jadi terpacu, gitu," ungkapnya.
Nelson mengaku, mendiang kakeknya dulu juga ikut memicu semangat serta disiplin belajarnya. "Almarhum kakek saya itu orang yang sangat baik, namun agak keras. Tetapi, karena kerasnya, saya malah menjadi lebih tekun dan berusaha sesempurna mungkin mencapai standar tertinggi dalam melakukan sesuatu," jelasnya.
Sisihkan 300 Doktor AS, tapi Tetap Rendah Hati Nelson Tansu menjadi fisikawan ternama di Amerika. Tapi, hanya sedikit yang tahu bahwa profesor belia itu berasal dari Indonesia. Di sejumlah kesempatan, banyak yang menganggap Nelson ada hubungan famili dengan mantan
PM Turki Tansu Ciller. Benarkah?
NAMA Nelson Tansu memang cukup unik. Sekilas, sama sekali nama itu tidak mengindikasikan identitas etnis, ras, atau asal negeri tertentu. Karena itu, di Negeri Paman Sam, banyak yang keliru membaca, mengetahui, atau berkenalan dengan profesor belia tersebut.
Malah ada yang menduga bahwa dia adalah orang Turki. Dugaan itu muncul jika dikaitkan dengan hubungan famili Tansu Ciller, mantan perdana menteri (PM) Turki. Beberapa netters malah tidak segan-segan mencantumkan nama dan kiprah Nelson ke dalam website Turki. Seolah-olah mereka yakin betul bahwa fisikawan belia yang mulai berkibar di lingkaran akademisi AS itu memang berasal dari negerinya Kemal Ataturk.
Ada pula yang mengira bahwa Nelson adalah orang Asia Timur, tepatnya Jepang atau Tiongkok. Yang lebih seru, beberapa universitas di Jepang malah terang-terangan melamar Nelson dan meminta dia "kembali" mengajar di Jepang.
Seakan-akan Nelson memang orang sana dan pernah mengajar di Negeri Sakura itu.
Dilihat dari nama, wajar jika kekeliruan itu terjadi. Begitu juga wajah Nelson yang seperti orang Jepang. Lebih-lebih di Amerika banyak professor yang keturunan atau berasal dari Asia Timur dan jarang-jarang memang asal Indonesia. Nelson pun hanya senyum-senyum atas segala kekeliruan terhadap dirinya.
"Biasanya saya langsung mengoreksi. Saya jelaskan ke mereka bahwa saya asli Indonesia. Mereka memang agak terkejut sih karena memang mungkin jarang ada profesor asal aslinya dari Indonesia,"jelas Nelson.
Tansu sendiri sesungguhnya bukan marga kalangan Tionghoa. Memang, nenek moyang Nelson dulu Hokkien, dan marganya adalah Tan. Tapi, ketika
lahir, Nelson sudah diberi nama belakang "Tansu", sebagaimana ayahnya, Iskandar Tansu.
"Saya suka dengan nama Tansu, kok,"kata Nelson dengan nada bangga.
Nelson adalah pemuda mandiri. Semangatnya tinggi, tekun, visioner, dan selalu mematok standar tertinggi dalam kiprah riset dan dunia akademisinya. Orang tua Nelson hanya membiayai hingga tingkat S-1. Selebihnya? Berkat keringat dan prestasi Nelson sendiri. Kuliah tingkat doktor hingga segala keperluan kuliah dan kehidupannya ditanggung lewat beasiswa universitas.
"Beasiswa yang saya peroleh sudah lebih dari cukup untuk membiayai semua kuliah dan kebutuhan di universitas," katanya.
Orang seperti Nelson dengan prestasi akademik tertinggi memang tak sulit memenangi berbagai beasiswa. Jika dihitung-hitung, lusinan penghargaan dan anugerah beasiswa yang pernah dia raih selama ini di AS.
Menjadi profesor di Negeri Paman Sam memang sudah menjadi cita-cita dia sejak lama. Walau demikian, posisi assistant professor (profesor muda, Red) tak pernah terbayangkannya bisa diraih pada usia 25 tahun. Coba bandingkan dengan lingkungan keluarga atau masyarakat di Indonesia, umumnya apa yang didapat pemuda 25 tahun?
Bahkan, di AS yang negeri supermaju pun reputasi Nelson bukan fenomena umum. Bayangkan, pada usia semuda itu, dia menyandang status guru besar. Sehari-hari dia mengajar program master, doktor, dan bahkan post doctoral. Yang prestisius bagi seorang ilmuwan, ada tiga riset Nelson yang dipatenkan di AS. Kemudian, dua buku teksnya untuk mahasiswa S-1 dalam proses penerbitan.
Tapi, bukan Nelson Tansu namanya jika tidak santun dan merendah. Cita-citanya mulia sekali. Dia akan tetap melakukan riset-riset yang hasilnya bermanfaat buat kemanusian dan dunia. Sebagai profesor di AS, dia seperti meniti jalan suci mewujudkan idealisme tersebut.
Ketika mendengar pengakuan cita-cita sejatinya, siapa pun pasti akan terperanjat. Cukup fenomenal. "Sejak SD kelas 3 atau kelas 4 di Medan, saya selalu ingin menjadi profesor di universitas di Amerika Serikat. Ini benar-benar saya cita-citakan sejak kecil," ujarnya dengan mimic serius.
Tapi, orang bakal mahfum jika melihat sejarah hidupnya. Ketika usia SD, Nelson kecil gemar membaca biografi para ilmuwan-fisikawan AS dan Eropa. Selain Albert Einstein yang menjadi pujaannya, nama-nama besar seperti Werner Heisenberg, Richard Feynman, dan Murray Gell-Mann ternyata Sudah diakrabi Nelson cilik.
"Mereka hebat. Dari bacaan tersebut, saya benar-benar terkejut, tergugah dengan prestasi para fisikawan luar biasa itu. Ada yang usianya muda sekali ketika meraih PhD, jadi profesor, dan ada pula yang berhasil menemukan teori yang luar biasa. Mereka masih muda ketika itu," jelas Nelson penuh kagum.
Nelson jadi profesor muda di Lehigh University sejak awal 2003. Untuk bidang teknik dan fisika, universitas itu termasuk unggulan dan papan atas di kawasan East Coast, Negeri Paman Sam. Untuk menjadi profesor di Lehigh, Nelson terlebih dahulu menyisihkan 300 doktor yang resume (CV)-nya juga hebat-hebat.
"Seleksinya ketat sekali, sedangkan posisi yang diperebutkan hanya satu," ujarnya.
Lelaki penggemar buah-buahan dan masakan Padang itu mengaku lega dan
beruntung karena dirinya yang terpilih. Menurut Nelson, dari segi gaji dan materi, menjadi profesor di kampus top seperti yang dia alami sekarang sudah cukup lumayan. Berapa sih lumayannya?
"Sangat bersainglah. Gaji profesor di universitas private terkemuka di Amerika Serikat adalah sangat kompetitif dibandingkan dengan gaji industri. Jadi, cukup baguslah, he?he?he?," katanya, menyelipkan senyum.
Riwayat hidup dan reputasinya memang wow. Nelson sempat menjadi incaran dan malah "rebutan" kalangan universitas AS dan mancanegara. Ada yang menawari jabatan associate professor yang lebih tinggi daripada yang dia sandang sekarang (assistant professor). Ada pula yang menawari gaji dan fasilitas yang lebih heboh daripada Lehigh University.
Tawaran-tawaran menggiurkan itu datang dari AS, Kanada, Jerman, dan Taiwan serta berasal dari kampus-kampus top.Semua datang sebelum maupun sesudah Nelson resmi mengajar di Lehigh University. Tapi, segalanya lewat begitu saja. Nelson memilih konsisten, loyal, dan komit dengan universitas di Pennsylvania itu. Tapi, tentu ada pertimbangan khusus yang lain.
"Saya memilih ini karena Lehigh memberikan dana research yang sangat signifikan untuk bidang saya, semiconductor nanostructure optoelectronic devices. Lehigh juga memiliki leaderships yang sangat kuat dan ambisinya tinggi menaikkan reputasinya dengan memiliki para profesor paling berpotensi dan ternama untuk melakukan riset berkelas dunia,"papar pengagum John Bardeen, fisikawan pemenang Nobel, itu.
Perusahaan-perusahaan industri Amerika juga menaruh minat dan mengiming-imingi Nelson dengan gaji dan fasilitas menggiurkan. Itu pun dia tampik.
"Bukan apa-apa. Saya memang tidak tertarik untuk masuk ke industri. Seperti saya bilang tadi, profesor sudah cita-cita saya. Lagi pula, kompensasi finansial yang diberikan Lehigh memang sudah bagus banget dan saya happy,"tuturnya.
Nelson tinggal di sebuah apartemen yang tak jauh dari kampusnya mengajar. Dia tinggal sendiri. Karena itu, semua urusan rumah dan segala keperluannya dilakukan sendiri.
Ditanya soal pacar, Nelson tersipu-sipu dan mengaku belum punya. Padahal, secara fisik, dengan tinggi 173 cm, berat 67 kg, dan wajah yang cakep khas Asia, Nelson mestinya gampang menggaet (atau malah digaet) cewek Amerika.
Banyak kriteria kah?
"Ha?ha?ha…. Pertama, saya ini nggak ganteng ya. Tapi, begini, mungkin karena memang belum ketemu yang cocok dan jodoh saja. Saya sih, kalau bisa, ya dengan orang Indonesia-lah. Saya sih nggak melihat orang berdasarkan kriteria macem-macem. Yang penting orangnya baik, pintar, bermoral, pengertian, dan mendukung," paparnya panjang lebar, geli karena topic pembicaraan menyimpang dari dunia fisikanya ke soal wanita.
Nelson hampir tiap tahun pulang ke Medan, bertemu orang tuanya dan teman-teman lamanya. Pemilik email tansu@l… dan alamat website http://www.lehigh.edu/engineering/ece/tansu.asp itu dengan segudang prestasi dan reputasnya memang membanggakan Indonesia.

Nasihat Edmund Hillary


Penakluk pertama Mount Everest, puncak tertinggi dunia di Pegunungan Himalaya, Sir Edmund Hillary, pernah ditanya wartawan apa yang paling ditakutinya dalam menjelajah alam. Dia lalu mengaku tidak takut pada binatang buas, jurang yang curam, bongkahan es raksasa, atau padang pasir yang luas dan gersang sekali pun!
Lantas apa? “Sebutir pasir yang terselip di sela-sela jari kaki,” kata Hillary. Wartawan heran, tetapi sang penjelajah melanjutkan kata-katanya, “Sebutir pasir yang masuk di sela-sela jari kaki sering sekali menjadi awal malapetaka. Ia bisa masuk ke kulit kaki atau menyelusup lewat kuku. Lama-lama jari kaki terkena infeksi, lalu membusuk. Tanpa sadar, kaki pun
tak bisa digerakkan. Itulah malapetaka bagi seorang penjelajah sebab dia harus ditandu.”
Harimau, buaya, dan beruang –meski buas– adalah binatang yang secara naluriah takut menghadapi manusia. Sedang menghadapi jurang yang dalam dan ganasnya padang pasir, seorang penjelajah sudah punya persiapan memadai. Tetapi, jika menghadapi sebutir pasir yang akan masuk ke jari kaki, seorang penjelajah tak mempersiapkannya. Dia cenderung mengabaikannya.
Apa yang dinyatakan Hillary, kalau kita renungkan, sebetulnya sama dengan orang yang mengabaikan dosa-dosa kecil. Orang yang malakukan dosa kecil –misalnya mencoba-coba mencicipi minuman keras atau membicarakan keburukan orang lain– sering menganggap hal itu adalah dosa yang kecil. Karena itu, banyak orang yang kebablasan melakukan dosa-dosa kecil sehingga lambat laun jadi kebiasaan. Kalau sudah jadi kebiasaan, dosa kecil itu pun akan berubah jadi dosa besar yang sangat membahayakan dirinya dan masyarakat.

Kisah Sukses : Maria Audrey Lukito

Rata-rata remaja seusianya masih duduk di bangku SMP akhir atau SMA awal. Namun, Maria Audrey Lukito, sudah meraih gelar sarjana Strata 1. Inipun bukan sembarangan gelar, karena gelar sarjana Fisika ini dia peroleh dari sebuah perguruan tinggi di Amerika: The College of William and May di Virginia dengan predikat Suma cum laude, Maret 2005. Setelah meraih gelar itu, Audrey memilih kembali ke Indonesia, di rumah orang tuanya, pasangan Ir. Budi Lukito - Ir. Natali Angela di Surabaya. Setelah tiga tahun di Amerika, Audrey mengaku kangen dengan orang tuanya. Maklum, Audrey adalah anak tunggal.

Audrey yang lahir di Surabaya 1 mei 1988 sesungguhnya adalah manusia komplit ciptaan Tuhan yang pernah ada di muka bumi ini. Selain jenius dengan kecerdasan merata untuk berbagai bidang akademis, dia juga punya vokal bagus dan sangat piawai dalam memainkan alat musik piano. Audrey juga gemar melukis. Dan bisa jadi, dialah remaja Indonesia pertama yang diundang berpidato oleh Senat Kongres Amerika dalam forum Global Young Leader Conference. Namun, di atas segala kelebihan itu, Audrey ternyata tidak pernah melupakan kecerdasan rohaninya. Berbekal kecintaannya kepada Tuhan yang diajarkan orang tunya sejak kecil, dan peguasaannya pada sekurangnya enam bahasa asing: Inggris, Perancis, Jerman, Rusia, Mandarin, dan Ibrani, Audrey dengan dengan bebas mengeksplorasi karya-karya besar dari para penulis Alkitab, memahaminya dan kemudian membagikannya kepada orang lain. Karena itu, jangan heran jika si jenius cantik ini ditemukan sedang mengajar orang dewasa tentang dasar-dasar iman kristen di gereja dekat rumahnya. "Tuhan telah memberikan semuanya kepada saya, maka saya juga ingin mengembalikan rasa syukur dengan membagikannya itu untuk sesama saya," kata Audrey yang menulis buku berjudul "Alkitab Itu Isinya Apa. Sih?".

Audrey memang telah berubah menjadi sosok selebriti yang banyak di kejar pers dalam dan luar negri. Segala pujian mengalir kepadanya. Majalah Tempo, misalnya, menulis judul besar tentang "Audrey: si jenius yang Religius". Metro TV juga mengangkat sosok Audrey dalam rubrik khusus, "Permata bangsaku" yang menampilkan deretan prestasi Audrey. Luar biasa!

Sejak balita, Audrey memang telah menampakan kemampuannya yang di luar batas manusia biasa. Ibunya mengisahkan, dia mulai curiga pada anaknya pada saat mulai bisa bicara sekitar satu tahun. "Rasa ingin tahunya sangat besar, hingga kita sendiri kewalahan untuk menjawab setiap pertanyaannya. Segala sesuatu akan dia tanyakan sampai tuntas," kata Angela ibu Audrey. Pada usia dua tahun Audrey sudah lancar membaca. Namun kedua orang tuanya memutuskan untuk tidak mengistimewakan putri tunggal mereka itu. Karena itu, dia pun diperlakukan seperti anak normal lainnya. Masuk playgroup 5 tahun, lalu TK dan SD pada usia 7 tahun. Namun, di SD para guru kewalahan dengan kemampuan otak Audrey yang jauh di atas rata-rata kemampuan anak seusianya. Betapa tidak, Audrey tampak hanya mengeluarkan sepersekian kemampunannya untuk terus menjadi ranking satu di kelas. Bahkan dia masih punya banyak waktu untuk membaca buku-buku berat karangan Tolstoy, Machiavelli, Montesquieu, dan sejumlah karya besar orang-orang terkemuka di dunia.

Karena itu, Audrey hanya lima tahun di SD, kemudian setahun di SMP, dan dua tahun di SMA Dian Harapan, Lippo Karawaci, Tangerang di bawah asuhan pakar fisika DR. Yohanes Surya. Setelah itu, dalam usia yang masih sangat muda, orang tua Audrey mencari sekolah yang cocok untuk anaknya. Dan lewat internet, mereka menemukan perguruan tinggi di Amerika yang kemudian di lalap Audrey hanya dalam waktu tiga tahun untuk menggapai gelar sarjana dengan nilai A untuk semua mata kuliah.

Kembali ke Indonesia, beberapa perusahaan konon memperebutkan Audrey. Dan Audrey memilih sebuah Bank sebagai tempatnya berkarir untuk pertama kalinya -yang semula ditentang oleh ibunya. Dalam usianya yang relatif muda, bekerja sampai jam tiga sore adalah tantangan tersendiri dan cukup berat bagi Audrey. Dan karena bekerja itu, waktunya untuk membaca, main piano yang menjadi kegemarannya dan belajar tentang berbagai hal, banyak tersita karena karir barunya itu. Akhirnya setelah beberap bulan bekerja Audrey pun memutuskan mundur, karena dia memang sedang mempersiapkan kuliah masternnya di Amerika.

Hal paling mengesankan dari seorang Audrey, tentu saja adalah kelebihannya sebagai manusia jenius. Namun lebih dari semua itu dengan segala kelebihan dan puja-puji yang dialamatkan kedirinya, Audrey tidak pernah merasa sombong dan selalu mengatakan bahwa semua prestasinya adalah karunia dari Tuhan yang dengan serius diolahnya lewat belajar dan bekerja keras tanpa henti. Dan ketika ditanya apa yang diangankan pada masa depan, Audrey dengan mantap mengatakan, dia ingin jadi manusia yang bisa memberikan kontribusi bagi bangsa dan negaranya, untuk perdamaian manusia, seperti apa yang dinginkan Tuhan. Inilah sebuah inspirasi ideal untuk kaum muda.

Kisah Sukses : Naomi Susan (Owner Ovis Group)

Muda, ramah, dan energik. Itulah sekilas gambaran ketika pertama ketemu dengan Naomi Susan, pemegang saham Ovis Group dan direktur di tujuh perusahaan di Indonesia.

Posisi puncak yang diembannya tidak datang begitu saja, tetapi melalui proses. Perempuan kelahiran Januari 1975 itu mengawali karier dari nol setelah menyelesaikan kuliah di jurusan PR & Business Communication.

Sebenarnya, pengalaman berbisnis sudah dia lakukan sejak SMA. Saat itu, Naomi membantu tante untuk jual beli tanah di daerah Jonggol. Tadinya dia hanya membantu di administrasi, namun kemudian Naomi juga turun ke lapangan.

Kendala yang dialaminya waktu itu adalah umurnya yang masih 20 tahun dan memiliki tubuh yang kecil. Akibatnya, untuk penyelesaian transaksi harus tetap di back up oleh figur tantenya. Padahal, katanya, kalau mau jujur walau masih kecil, Naomi sudah bisa menghasilkan klien.

Kemudian dia bekerja di perusahaan periklanan sebagai account executive. Saat itu muncul keinginan untuk memiliki usaha sendiri. Akhirnya dia terjun ke lantai bursa, memainkan uang sendiri di bursa komoditas.

Keberuntungan belum berpihak pada Naomi. Dia kalah yang mengakibatkan uang yang selama ini dikumpulkan terus tergerus. Lalu dia memutuskan untuk menambah wawasan dengan melanjutkan pendidikan ke Australia.

Selagi menunggu surat-surat selesai, dia sempat membaca lowongan pekerjaan di salah satu surat kabar, lalu dia mencoba melamar. Lamarannya sempat ditolak oleh pimpinan perusahaan yang memiliki produk Ovis Dining Club. Namun, satu bulan kemudian, dia dipanggil lagi untuk posisi public relations.

Dua bulan bekerja, pimpinan perusahaan itu melihat kemampuan Naomi untuk menjadi seorang marketing yang andal, sehingga pada saat perusahaan itu terpilih oleh Singapura untuk memegang master franchise dari Card Connection International, pimpinan perusahaan tersebut menawarkan kesempatan pada Naomi untuk menjadi pemegang saham.

Naomi tidak langsung menerima tawaran itu, karena dia masih trauma dengan kejadian di lantai bursa yang menguras tabungannya. Tetapi dengan bijaksana pimpinan itu meyakinkan bahwa dia melaksanakannya.

Bahkan dia diberi fleksibilitas dalam menghadapi kerugian yang akan terjadi. Akhirnya dia menerima tawaran itu, sehingga jadilah Naomi sebagai seorang pemegang saham dan menjabat sebagai direktur.

Sempat merugi

Pada 1997 terjadilah krisis moneter yang mengakibatkan bisnis itu merugi. Perusahaan kemudian menerapkan strategi baru, yaitu produk yang tadinya hanya jaringan diskon di seluruh Indonesia dan dunia, dilengkapi dengan priviledge & promotion services sebagai nilai tambah, sehingga pendekatan kepada klien lebih rasional.

Pada saat krisis moneter, semua orang mau berhemat dengan fasilitas diskon, apalagi kalau mendapat fasilitas gratis, misalnya makan, berenang, nonton. Dengan strategi itu, pada 1999 bisnisnya kembali berjaya.

Sukses Card Connection menghantarkan Naomi ke jajaran pebisnis tangguh di Indonesia sehingga mendapat berbagai penghargaan. Bersamaan itu juga, lahirlah perusahaan baru dari perusahaan Ovis Group yang berjalan sejajar dengan bisnis pribadinya seperti jual beli properti, restoran, sampai pesawat carter.

Untuk menjalankan pekerjaan itu, Naomi tidak berhenti melakukan motivasi diri sendiri. "Saya memiliki mimpi, dan mimpi itulah yang selalu menjadi motivasi bagi saya," kata Naomi.

Dia mengakui, faktor yang paling berperan dalam menjalankan kariernya adalah karakter dan sikap yang kuat, pantang menyerah, menjunjung tinggi suatu komitmen, tidak suka berjanji, mudah bergaul, selalu mau belajar, melakukan segala sesuatu dengan tulus, loyal terhadap sesuatu, dan menghargai semua orang.

Untuk mengembangkan diri, dia banyak membaca berbagai macam buku, sering bertemu dengan seniornya untuk menambah informasi terutama yang bersangkutan dengan bisnis baru yang dibangun dan menonton VCD motivasi.

Untuk mengoreksi dirinya, dia selalu merekam setiap kali dia menjadi pembicara di seminar untuk mengetahui kekurangan yang harus diperbaiki. "Dari kesemuanya, dulu dan sekarang, yang saya sukai dari pekerjaan saya adalah belajar..belajar....dan belajar," kata Naomi yang senang jalan-jalan itu.

Waktu senggang alumnus University of Portland Oregon USA itu diisi dengan acara berkumpul dengan keluarga seperti bermain dengan keponakan. Waktunya sangat padat, sehingga jika ada sedikit waktu luangnya dibagikan kepada keluarganya.

iat suksesnya adalah berbisnis dengan cinta, make everybody happy, lakukan semuanya dengan tulus, baik dan benar, sedangkan secara profesional dia mempersiapkan segala strategi untuk mencapai tujuan.

"Dalam menjalani hidup saya selalu penuh dengan motivasi, penuh dengan inspirasi, penuh dengan semangat, berpikiran positif. Saya menjalani hidup seperti air mengalir yang akan membawa saya ke mana saja," kata Naomi lagi.

Kisah Sukses : Natasha Skin care

Seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus, dan sambil berlutut di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya: "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku." (Mrk. 1:40)

Cepat menyerah adalah sikap yang mudah kita temui di masyarakat akhir-akhir ini. Ujung-ujungnya, tidak kuat dan berakhir dengan bunuh diri. Tetapi tidak demikian dengan dr. Fredi Setyawan. Pendiri dan pengusaha Natasha Skin Care ini merintis usahanya dari nol. Awalnya Fredi bekerja di sebuah puskesmas di Klaten—Jawa Tengah. Lalu, suatu saat, istrinya ingin melakukan perawatan kulit. Tetapi, betapa kagetnya mereka. Ternyata biaya yang dibutuhkan untuk perawatan sangat besar. Bagi mereka, biaya itu terlalu tinggi. Karena itu, ia terinspirasi membuat kirim untuk perawatan kulit. Ketika mulai memasarkan krim produknya, banyak orang menolak. Ia memasarkan ke toko-toko, namun pasar belum menyerapnya. Kesan yang didapat, masa depan produk itu tidak bertahan lama. Untunglah ia punya karakter pantang menyerah. Semakin ditolak, ia semakin belajar untuk membuat krim yang lebih baik. Sementara orang lain terlelap di balik hangatnya selimut, dr. Fredi terus belajar. Dan, ketekunannya membuahkan hasil spektakuler. Februari 2008, tercatat 36 cabang Natasha Skin Care tersebar di seluruh nusantara. Jumlah itu tentu akan terus bertambah seiring naiknya respons pasar.

Hari ini, firman Tuhan mengingatkan kita tentang seorang kusta yang namanya tidak disebut dalam Alkitab. Pada zaman itu, orang yang menderita kusta pasti dikucilkan. Termasuk oleh orang-orang terdekatnya. Penyakit kusta identik dengan kutukan Allah. Akibatnya penderita tidak dianggap dalam lingkungan sosialnya. Orang yang sudah dinyatakan kusta oleh iman, harus siap menerima konsekuensi negatif. Namun, penderita kusta yang kita baca dalam ayat di atas sungguh luar biasa. Mengapa disebut luar biasa? Karena ia berani bangkit dari keterpurukannya. Ia datang kepada Yesus. Bayangkan! Mata semua orang tertuju kepadanya. Ia seorang yang sudah divonis najis tiba-tiba menghampiri sang Guru Agung—Yesus Kristus Tuhan. Lalu, apa yang terjadi? Tuhan Yesus pun bereaksi. Yesus bersedia menahirkan orang itu. Ia sembuh. Ia dibebaskan dari segala penderitaan yang demikian menindih. Bagaimana hal itu terjadi? Berawal dari karakter pantang menyerah!

Kita hidup di zaman yang semakin sukar. Jika semangat juang lemah, kita akan digilas oleh krisis. Namun, jika punya semangat baja semua masalah dapat diatasi. Masalah pekerjaan, keluarga dan segudang masalah lain mampu kita atasi bersama Tuhan.

Karena itu, bagi anak-anak Tuhan, tak ada sikap cepat menyerah. Bersama Tuhan kita bisa. Bukankah begitu?

Tidak Cepat Menyerah Sikap Seorang Pemenang

Tentang Waktu

“So much of our time is spent in preparation, so much in routine, and so much in retrospect, but the amount of each person's genius is confined to a very few hours.”
Ralph Waldo Emerson


Lonceng usai jam kerja memanggil, tanpa diperintah kita pun segera berkemas. Menyimpan kertas dan pencil dalam laci, lalu menutupnya rapat-rapat seolah semua persoalan telah terpecahkan pada hari itu juga. Padahal masalah tetap terjaga selagi kita pejamkan mata.
Keesokannya harinya ketika lonceng jam kerja mulai berdentang, semua tumpukan masalah kita buka kembali. Rutinitas pun kembali dirajut. Sungguh, betapa hebatnya waktu menghibur kita. Betapa bergairahnya waktu dapat membangunkan kita.
Pernahkah kita berpikir bahwa dalam sehari, 24 jam terasa kurang? mengapa demikian? Karena saat kita mengatur waktu, sesungguhnya kita pun mengatur pikiran, emosi, dan perasaan kita. Seorang teman pernah mengajak saya untuk bermain pada akhir pekan sebagai penawar stres. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya saya menolaknya dengan berkata “maaf, saya tak punya waktu di akhir pekan ini”. Teman saya menimpali dengan mengatakan, bahwa waktu sebenarnya bisa diciptakan sesuai kemauan kita.
Setelah direnungkan, saya makin mengerti. Dimana waktu sebenarnya dapat diatur sesuai keinginan. Jika kita mau, waktu akan ada atau tersisa. Masalahnya, bilamana kita ingin menyisihkannya. Biasanya hal ini akan dipengaruhi oleh sejauh mana kita menganggap penting akan suatu hal, yang bila kita lakukan akan memakan bagian waktu lain yang kita miliki.
Seiring beranjaknya waktu, masalah yang dihadapi dalam hidup akan semakin pelik. Menggunakan waktu untuk berpikir akan melahirkan kekuatan. Menyisihkan waktu untuk bermain akan menambah pengalaman masa muda kita. Tak lupa selalu menyediakan waktu untuk berdoa yang akan menenangkan, waktu untuk belajar akan mendapat pengetahuan dan waktu untuk bekerja akan meraih keberhasilan.
Waktu adalah lingkaran dimana kehidupan kita berjalan, kita atur waktu untuk mengatur kehidupan. Kita merayakan sesuatu karena kita ciptakan hari besar. Kita mengheningkan diri untuk tegakkan kesyahduan. Dan semuanya akan dirangkai dalam jalinan waktu. Maka, hanya mereka yang tak kenal akan waktulah yang terjerat dalam persoalan tiada berujung.
Akan merugikan bila kita tak bisa membuat waktu yang tepat sesuai dengan skala prioritas dan aktifitas. Marilah menciptakan waktu sesuai kualitas dan kuantitas dari setiap aktifitas yang kita lakukan.

Kerendahan Hati

“Tempat yang bisa digunakan untuk mengubah duniamu adalah hatimu (heart), isi pikiranmu (mind), dan tindakanmu (acts).” unknown.

Ada sebuah cerita, suatu ketika seorang anak datang menjumpai gurunya dan bertanya, “Guru, saya tidak mengerti mengapa orang seperti Anda berpakaian amat sederhana. Bukankah di masa seperti sekarang ini, penampilan diperlukan untuk banyak tujuan lain yang baik,” tanya anak itu. Sang guru pun tersenyum, kemudian ia melepaskan cincin dari salah satu jarinya dan berkata, “Anakku, aku akan menjawab pertanyaanmu, tetapi lebih dulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas? ” Anak itu terlihat ragu melihat cincin gurunya yang usang dan kusam itu, “satu keping emas? aku tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu.” Tapi gurunya berkata, “Cobalah dulu, siapa tahu kamu berhasil”
Sesampainya anak itu di pasar, ia kemudian menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata tak satu pun dari mereka yang mau membeli cincin itu seharga satu keping emas. Bahkan mereka menawarnya dengan sekeping perak. Tentu tak mungkin bila anak itu melepas cincin itu dengan harga satu keping perak. Akhirnya ia pun kembali menghadap gurunya dan melapor, “Guru, tak seorangpun berani menawar cincin ini seharga satu keping emas”. Dengan bijak guru berkata, “Sekarang pergilah kamu ke toko emas dan coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan membuka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian”.
Akhirnya anak itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud. Sekembalinya dari toko emas, anak itu datang dengan raut wajah beda. Ia pun kemudian melapor, “ Guru ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar”. “Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi anakku. Seseorang tak bisa dinilai hanya dari pakaiannya. Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman hati dan jiwa seseorang,” ungkap gurunya dengan penuh arif. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita menilai seseorang mungkin hanya dari penampilannya, dengan melihat sikapnya ataupun mendengar tutur katanya sekilas. Akibatnya, mungkin kita sering keliru karena bisa saja 'kemasan' mereka menipu mata dan telinga kita.
Untuk melihat kedalaman dan jiwa seseorang, sebenarnya dibutuhkan kerendahan hati. Banyak orang yang memandang dirinya lebih dari orang-orang lain. Baik dari segi penampilan, bakat, kemampuan yang dimiliki, prestasi, jabatan dan kedudukan yang diraihnya, status hidup, atau popularitas dan prestise.
Hidup dengan kerendahan hati justru akan membuat seseorang lebih menghargai dirinya dan bebas dari perangkap kesombongan. Dengan bersikap rendah hati orang dapat menerima dan menghargai dirinya serta menghargai orang lain, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Jika kita menginginkan kehidupan bersama kita lebih baik, mulailah melakukan perubahan dari diri kita terlebih dahulu. Kita dapat melakukan sesuatu yang baik bagi orang lain, ketika kita sudah mengalami pembaruan hati, pikiran, dan tindakan kita. Itulah transformasi

Kegagalan dalam Hidup

“People fail forward to success..” (Mary Kay Ash)

Suatu pagi ada seorang anak muda yang tengah dirundung banyak masalah ingin berkonsultasi dengan seorang Pak tua yang bijak. Dengan raut wajah muram yang diiringi langkah gontai, anak muda itu segera menceritakan duduk permasalahan yang tengah menghimpit hidupnya kepada Pak tua itu. Setelah mendengarkan cerita anak muda itu dengan seksama, Pak Tua lalu mengambil segenggam garam dan menaburkannya ke dalam segelas air. Setelah diaduk perlahan, Pak Tua kemudian menyuruh anak muda itu untuk meminumnya. Karena kepahitan, anak muda itu kemudian meludahkannya ke lantai.
Sembari melemparkan senyuman, Pak Tua kemudian mengajak anak muda itu untuk menemaninya berjalan ke tepi telaga di dalam hutan yang berjarak tak jauh dari rumahnya. Sesampainya mereka di tepi telaga, Pak Tua kembali menaburkan segenggam garam ke dalam telaga. Tiupan semilir angin mengaduk-aduk gelombang air menjadi sedikit beriak. Pak Tua itu pun segera menyuruh anak muda itu kembali mencicipi rasa air telaga yang telah ditaburi air garam tersebut. Anak muda itu pun meneguk air telaga dan merasa segar setelah melepas dahaganya.
Pahitnya kehidupan layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu semua sama dan akan tetap sama. Tetapi kepahitan yang kita rasakan akan sangat bergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu didasarkan pada perasaan, tempat kita menuang segalanya. Jadi saat kamu merasakan kepahitan maupun kegagalan dalam hidup janganlah menjadikan hatimu itu bagaikan gelas, buatlah bagai telaga yang akan meredam setiap teguk kepahitan yang mampu mengubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.
Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kamu merasa tak pernah sepi dari yang namanya kesulitan, penderitaan, keberhasilan dan kegagalan. Mungkin kamu merasa telah bekerja keras seoptimal mungkin demi membangun usaha, karir atau masa depan keluarga. Namun tiba-tiba ada suatu peristiwa yang merampas semua kebahagiaan yang tengah dirajut. Hidup menjadi morat-marit. Jangankan keperluan lain, untuk makan saja susah. Belum lagi biaya pengeluaran rumah tangga, bayar listrik, air, telepon, uang sekolah anak yang bikin pusing tujuh keliling.
Keadaan kamu mungkin serupa dengan anak muda tadi. Sedih, kecewa dan sakit hati dalam menghadapi pahit getirnya kehidupan. Bagaikan meneguk segelas air garam, kamu tidak akan pernah menduga bahwa prestasi, kerja keras selama bertahun-tahun bisa runtuh dalam hitungan sekejap mata.
Dengan melapangkan dada untuk menerima semuanya, paradigma mengenai kegagalan dalam hidup bisa diubah menjadi sebuah peluang atau kesempatan menuju tangga kesuksesan. Hidupmu mungkin memang susah, namun setiap peristiwa ada waktunya, maka kemenangan pun ada jadwalnya. Jika kita merasa tak berdaya, sedih, frustrasi bahkan mengalami depresi, janganlah pernah terpancing untuk merugikan diri dengan melakukan hal yang destruktif. Jadikanlah kegagalan sebagai bentuk resiko dari suatu usaha, simpanlah ruang kesiapan untuk menerima kegagalan. Karena dengan menerimanya sebagai objek pengalaman yang harus dipelajari, maka kegagalan merupakan investasi pembelajaran yang membantu proses penyempurnaan seluruh faktor keberhasilan dalam hidup.
***

Koin Penyok

“Manusia tak memiliki apapun di dunia ini, selain pengalaman hidup..”
unknown

Seorang pemuda pengangguran berjalan tak menentu menyusuri jalanan sepi. Secara tak sengaja, kaki pemuda itu terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya. “Oh, ternyata hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok, ” gerutunya kecewa. Karena penasaran, akhirnya ia membawanya ke bank. Sesampainya di bank, seorang teller menganjurkan untuk menukarnya kepada kolektor. Beruntungnya pemuda itu, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.

Saking senangnya, kemudian pemuda itu ingin membelikan ibunya sebuah rak kayu untuk menaruh perkakas di dapur. Ketika sedang melihat ke toko perkakas, dilihatnya beberapa kayu yang sedang diobral. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia pun memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.
Di tengah perjalanan pulang dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul pemuda itu.Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Dewi fortuna nampaknya tengah menaungi pemuda itu. Penjual mebel itu pun menawarkan rak kayu yang telah jadi untuk ditukar dengan lembaran kayu tersebut. Dia pun segera membawanya pulang.

Di tengah perjalanan pemuda itu melewati sebuah perumahan. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat pemuda itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika pemuda itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 300 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.
Saat hendak memasuki pelataran rumahnya, pemuda itu terhenti sejenak dan ingin memastikan jumlah uang keberuntungan yang ia terima hari ini. Ketika ia tengah merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 300 dollar, seorang perampok tiba-tiba muncul mengacungkan pisau dan kemudian merampas uang itu lalu kabur.
Ibu pemuda itu yang kaget melihat anaknya tengah dirampok kemudian bertanya, “Apa yang terjadi anakku? Apa yang diambil oleh perampok tadi? Pemuda itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh,bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.
Siapkah diri kita untuk kehilangan ketika mendapatkan sesuatu? Karena semua hal yang kita raih di dunia ini hanyalah titipan Sang Pencipta. Terkadang kita baru sadar telah memiliki sesuatu setelah kehilangan. Definisi 'Kehilangan' sangat luas dan beragam. Bisa kehilangan harta benda, warisan, orang terkasih, kesempatan, tenaga fisik, pikiran, usia dan waktu. Namun sejatinya, kehilangan merupakan proses untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik sesuai dengan rencana-Nya.
Seharusnya kita menyadari bahwa sebagai manusia, kita tak akan pernah memiliki sesuatu yang kekal lalu mengapa kita harus tenggelam dalam kepedihan yang mendalam?


***

Cukupkah??


Enough never receding, but how we satisfy. Bravely to said, “enough” what we've given, then we can see what we've got, not what we had taken yet. “

Alkisah, seorang petani menemukan sebuah mata air ajaib. Mata air itu mengeluarkan kepingan uang emas yang tak terhingga banyaknya. Kucuran uang emas itu baru akan berhenti bila si petani mengucapkan kata "cukup". Seketika si petani terperangah melihat kepingan uang emas berjatuhan di depan hidungnya. Ia mengambil beberapa ember untuk menampung kepingan uang emas itu. Setelah semuanya penuh, ia membawanyake gubug mungilnya untuk disimpan disana. Kepingan uang terus mengalir, dan si petani terus mengisi semua karungnya, seluruh tempayannya, bahkan rumahnya. Masih kurang lagi! Dia menggali sebuah lubang besar untuk menimbun emasnya. Belum cukup juga! Ia terus membiarkan mata air itu terus mengalir hingga akhirnya petani itu mati tertimbun kepingan uang bersama ketamakannya karena dia tak pernah bisa berkata, ”cukup.”

Sadarkah kita bahwa kata “cukup” seringkali menjadi sulit diucapkan . Kapankah kitapernah berkata cukup?. Sebagian besar pegawai merasa gaji yang diterima belum sepadan dengan kerja kerasnya. Pengusaha seringkali merasa belum mencapai target dan tidak pernah puas. Bahkan Istri pun mengeluh karena suaminya kurang perhatian, dan suami pun merasa sebaliknya. Semua merasa tak pernah cukup.

Bicara cukup, bukan bicara berapakah jumlahnya. Makna cukup adalah kepuasan hati. Cukup hanya bisa diucapkan oleh orang-orang yang mensyukuri rahmat yang telah diberikan oleh Tuhan. Mengucapkan kata cukup bukan lantas kita berhenti berkarya dan berusaha. Jadi tak perlu takut berkata cukup.

Jangan mengartikan kata “cukup” sebagai stagnansinya keadaan kita. Bukan lambang berpuas diri. Tak berarti lantas kita tak mampu berkembang, dalam kelebihan yang kita miliki. Dengan mengucap kata “cukup”, membuat kita melihat apa yang telah kita terima. Belajarlah untuk menghindarkan diri dari ketamakan.

Andai kita memiliki bibir normal namun merasa ingin memiliki bibir seperti Angelina Jolie. Cobalah tengoklah diri kita ke cermin, karena di saat yang sama, ada seseorang mengharapkan memiliki bibir yang normal. Pengharapan akan kaki yang jenjang layaknya peragawati, tetapi di luar sana ada yang berharap seandainya memiliki kaki. Atau bahkan kita mendambakan mata indah berwarna biru, tahukah bahwa di luar sana banyak yang berharap seandainya diberikan penglihatan.

Sebanyak apapun keinginanmu, takkan pernah cukup jika selalu melihat ke atas. Karena di atas langit, selalu ada langit yang lebih indah. Tetapi jikalau engkau memandang ke bawah, pastilah kamu akan mensyukuri anugerah yang ada di sekelilingmu. Dan perasaanmu pasti akan jauh lebih bahagia.


(TPD)

Jumat, 13 Agustus 2010

Inspirasi

Inspirasi-mana duluan ayam atau telur ayam

“ Better do something than do nothing while you can do...” (unknown)

Pernahkah anda mendengar sebuah teka-teki klasik tentang manakah yang lebih dulu antara ayam atau telur ayam? Ada yang menjawab ayam dulu baru kemudian menetaskan telur. Ada pula yang memandang sebaliknya, telur dulu kemudian baru menghasilkan ayamnya.

Perspektif orang berbeda-beda mengenai teka-teki bias ini amat menarik untuk ditelaah. Sebenarnya jawabannya cukup singkat saja. Jika anda bertanya ayam dulu atau telur? Jawabannya, duluan ayam. Mengapa, karena ayam disebut lebih dahulu sebelum telur disebut, jadi ya duluan ayam tepatnya.

Mungkin jawaban tadi tidak berlandaskan teori. Maka adapula sebuah jawaban yang mengandung logika, telur merupakan hasil produktif perpaduan saripati antara gen ayam jantan dan betina yang melebur memadu kasih. Sedangkan ayam dilahirkan dari telur yang berdiam diri berminggu-minggu dengan penuh kehangatan dan perlahan menyeruak mencari celah dunia.

Tetapi anda tak perlu menyibukkan diri dengan pertanyaan manakah yang lebih dulu: Telor atau Ayam. Sebenarnya yang perlu anda lakukan adalah melihat apa yang ada dalam genggaman anda dan menghargainya, yaitu dengan mengerjakan sesuatu sebaik-baiknya. Bila telur yang ada dalam genggaman anda, maka eramilah hingga ia menetas menjadi seekor ayam. Sedangkan bila ayam yang ada dalam genggaman anda, maka peliharalah sampai ia menetaskan telur-telurnya.

Lebih baik mengerjakan sesuatu yang ada di depan mata ketimbang membiarkan pertanyaan memenuhi benak anda. Karena semakin banyak tanya justru akan melunturkan kemampuan anda dalam mengerjakan sesuatu.

Memang mungkin banyak hal yang tak bisa kita lakukan saat ini. Lebih baik kita mengerjakan sesuatu yang kita bisa. Meskipun hanya sebuah titik. Jangan biarkan niat anda menyurutkan langkah untuk mengerjakan sesuatu yang anda bisa. Perhatikan saja keberanian dalam mengambil setiap tindakan. Tindakan sekecil apapun akan menjadi langkah pertama yang anda tapakkan menuju langkah besar bagi keberanian anda.

Mungkin ada sesuatu yang anda ingin kerjakan. Sebuah hasrat yang akan membuka pintu cita-cita anda. Jika anda mendambakan kesempurnaan, maka berangkatlah justru dari ketidaksempurnaan. Karena tak ada sebuah mahakarya yang lahir dari hanya sekali duduk. Perbaikilah bagian satu demi bagian, dan mulailah wujudkan mimpi anda.

***

Selasa, 10 Agustus 2010

Hidup Butuh Perjuangan

“The secret of life is to appreciate the pleasure of being terribly, terribly deceived” ( Oscar Wilde, 1854-1900)

Hidup butuh perjuangan

Seorang anak kecil menemukan sebuah kepompong. Tak beberapa lama kemudian, kepompong tersebut sedikit demi sedikit membuka. Anak kecil itu lalu duduk dan mengamati kupu-kupu dalam kepompong tersebut selama beberapa jam. Kupu-kupu itu berupaya sekuat tenaga untuk memaksa agar dirinya dapat keluar dari sebuah lubang yang sangat kecil pada kepompongnya.
Akhirnya kupu-kupu tersebut berhenti dan tidak membuat suatu kemajuan. Tampaknya kupu-kupu tersebut telah sampai pada titik dimana ia tidak dapat meneruskan upayanya lagi. Lalu anak kecil itu memutuskan untuk menolong sang kupu-kupu yang terjebak dalam sebuah kepompong.
Ia mengambil sebuah gunting dan memotong sisa kepompong tersebut. Kupu-kupu itu lalu berhasil keluar dengan mudah. Namun sayangnya, kupu-kupu itu memiliki tubuh yang panjang dan kecil, serta sayap yang kusut. Anak itu terus mengamati kupu-kupu itu sambil berharap bahwa suatu ketika sayap-sayapnya akan membesar dan melebar, sehingga kupu-kupu itu dapat menahan beban tubuhnya, yang dapat berubah menjadi lebih kecil jika telah tiba saatnya.]
Namun ternyata tak satupun harapan anak itu terkabul. Sebaliknya, kupu-kupu itu malah melewati sisa hidupnya dengan merangkak dengan tubuh yang mungil, serta sayap-sayap yang kusut. Kupu-kupu itu bahkan tidak dapat terbang sama sekali.
Anak kecil ini hanya ingin membantu kesusahan yang dialami si kupu-kupu. Tapi sesungguhnya ia belum mengetahui bahwa kepompong justru berperan sebagai pelindung seorang kupu-kupu menuju suatu proses alami yang disebut metamorfosa. Proses inilah yang akan menghantarkan cairan yang berasal dari tubuh kupu-kupu tersebut ke sayap-sayapnya sehingga kupu-kupu itu akan mampu terbang dengan seketika ia berhasil keluar bebas dari kepompongnya.
Kadang perjuangan merupakan hal yang kita butuhkan dalam hidup. Jika kita menjalani hidup tanpa hambatan, justru kita akan cacat atau kehilangan kemampuan untuk mengatasi tantangan dalam hidup. Kita tidak akan menjadi sekuat diri kita saat ini, dan kita tidak akan pernah mampu terbang.
Nikmatilah hari-hari Anda dan teruslah berjuang! Ketika Anda berada di bawah tekanan dan stres, ingatlah selalu bahwa Anda akan menjadi orang yang lebih baik lagi setelah Anda mampu mengatasi berbagai tantangan dalam hidup Anda.