Selasa, 17 Desember 2013

Kisah Tragis Copywriter: Workalkholic Berakibat Fatal Setelah 30 Jam Lembur... Kerja yach kerja, Ingat kesehatan...

















Bekerja memberikan yang terbaik. Sepertinya begitulah komitmen Mita Diran, si copywriter muda yang belum lama ini meninggal. Sebelum menghembuskan napas terakhirnya, Mita diketahui bekerja lembur hingga 30 jam. Nah bagaimana kisah lengkap saat-saat terakhir Mita?

14 Desember lalu, Mita sempat memposting kicauan di Twitter. "30 Hours and going strooong." Begitu tulisan Mita. Tidak ada yang menyangka tweet itu menjadi tweet terakhir yang ditulis Mita.

Kebiasaan lembur Mita memang diketahui orang tuanya. Sang ayah, Z Yanni Syahrial, juga sangat mengerti bagaimana cara kerja di dunia periklanan. Apalagi dirinya juga berada di dunia yang sama dengan sang putri. Tapi orang tua percaya pada Mita, dan yakin putrinya bisa menjaga dirinya baik-baik. Maka itu orang tuanya tidak pernah melarang Mita untuk lembur. Hanya saja, yang namanya orang tua pasti akan selalu memberikan nasihat dan berbagai wejangan agar anaknya selalu sehat dan tidak kekurangan suatu apapun.



"Kita terima telepon tengah malam dari temannya yang mengatakan Mita kolaps di sebuah tempat makan di Santa, Jakarta Selatan. Saat itu dia lagi mau makan malam sama temannya. Itu dia pulang malam dari kerja tapi karena temennya datang dari luar dan sudah beberapa hari nungguin mau ketemu Mita, dia iyain walaupun dia capek. Ya you need social life," ujar Yanni kepada detikHealth di kediamannya, kawasan Bintaro, Jakarta Selatan, Senin (16/12/2013).

Bekerja memang bukan sekadar tuntutan pekerjaan, tapi juga tentang passion. Nah, Mita sepertinya memiliki minat yang luar biasa di dunia periklanan sehingga dia ingin melakukan yang terbaik. Mita memang sedikit keras kepala, tapi itu dilakukan karena dia memiliki tujuan. Sayangnya, dia kerap lupa dengan kesehatannya.

"Di luar dari tuntutan kerja itu misalnya effort dari dia. Trend di mana-mana saya lihat memang gitu, bukan di tempat dia kerja aja. Dan saya juga punya anak buah di sebuah advertising agency dan saya mau bikin satu peraturan bahwa kita harus jaga kesehatan, baru ngomong-ngomong gitu tiba-tiba kejadian sama anak saya. Itu yang bikin saya tambah yakin bahwa something needs to be done," ucap Yanni.

Dia kemudian melanjutkan kisah Mita di malam saat mulai kolaps. Begitu tahu Mita dibawa ke RSPP, Yanni dan istrinya segera menuju ke RS. Saat itu Mita dalam keadaan koma, alat pernapasan dan pacu jantung telah dipakaikan pada gadis tersebut.

"Setelah 9 kali pake electric yang ke jantung itu agak banyak ya, baru detik jantungnya agak naik. Tapi tidak stabil, sudah tidak bernapas kalau nggak dibantu alat pernapasan," sambungnya.

"Nah, itu kronologinya. Dia itu udah berturut-turut beberapa hari, sampai begadang-gadang, terus fisik melemah, mungkin dibantu dengan minuman yang bisa membooster tenaga," imbuh Yanni sembari menyebut sebelum pingsan Mita belum sempat makan meskipun sudah berada di restoran yang cukup bagus.

Menurut informasi yang diperoleh Yanni, sebenarnya Mita dalam perjalanan dari restoran ke rumah sakit sudah tidak bernapas, dan detak jantungnya pun sudah tidak ada. Nah, begitu sampe rumah sakit langsung dilakukan tindakan untuk memicu denyut jantungnya. "Itu Minggu (15/12) pukul 00.30 sampai 02.00 WIB. Ya masih di monitor mau dimasukin ke ICU tunggu sejam. Sebelum masuk ICU masih belum ada perubahan," terang Yanni.

Saat itu sudah banyak keluarga yang datang ke RS. Mita kala itu tidak sadarkan diri sama sekali. Melihat kondisi Mita, tentu keluarga menginginkan yang terbaik untuknya. Karena tidak ingin membuat Mita sengsara dengan sakitnya dan telah dilakukan segala daya upaya namun kondisi Mita tak juga stabil, akhirnya keluarga merelakan kepergian Mita untuk selama-lamanya.

"Basically kondisi badannya drop dan dia passion-nya untuk bekerja, dan memang ya industri ini emang begitu. Semuanya begitu, bukan Mita sendiri yang memang long hours," ucap Yanni.

Mita kini telah dimakamkan di TPU Jeruk Perut, di samping makam sang kakek. Selamat beristirahat, Mita. Semoga damai di sisi Tuhan.


sumber: detikcom
Reply With Quote

Jumat, 01 November 2013

Tak Perlu Malu untuk Meraih Sukses: Penjual Es di Kampus Lulus Cumlaude dari UTP Surakarta



TRIBUNNEWS.COM SOLO   Untuk menutup biaya hidup di Solo dan membayar biaya kuliah, Widri jual es Sari kacang Ijo di kampusnya. Meski begitu, ia tak malu dan malah memotivasinya belajar lebih giat. Hasilnya, laki-laki asal Sragen itu lulus dengan predikat cumlaude.
Mengenakan pakaian olahraga berwarna merah putih, Witri Suwanto (26), menyambut kedatangan Tribun Jateng di lorong kampus Universitas Tunas Pembangunan (UTP) Surakarta, Rabu (30/10/2013).
Setelah berbasa-basi, obrolan berlanjut ke acara wisuda yang digelar pada Senin (28/10/2013). “Alhamdulillah, saya lulus dengan predikat cumlaude,” katanya.
Warga kampung Jagan, Gentan Banaran, Plupuh, Sragen itu lulus dari bangku kuliah setelah menyelesaikan seluruh mata kuliah di Jurusan Pendidikan Keolahragaan, spesifikasi Tenis, selama tiga tahun sembilan bulan. “Targetnya bisa lulus 3,5 tahun meleset,” ujar remaja yang memeroleh nilai A pada 18 mata kuliah tersebut.
Widri sebenarnya sudah lulus SMA pada 2006, tapi baru bisa kuliah 2009. Selama tiga tahun, ia harus bekerja untuk menyiapkan biaya masuk kuliah. Saat sudah resmi menjadi mahasiswa UTP, ia membiayai seluruh kebutuhan pendidikannya dari cucuran keringat berjualan es sari kacang hijau.
Widri menceritakan, ia mulai merintis usaha berjualan es Sari kacang hijau sejak lulus SMA. Saat itu, ia melihat peluang berdagang di depan kampus UTP. Setelah beberapa lama berjualan es, ia mendapat tawaran bekerja sebagai marbot (penjaga masjid) di Masjid Kantor Pajak Yogyakarta.
Setelah tiga tahun mengabdi bekerja di Yogyakarta dan bisa menabung. Widri pun memutuskan hijrah ke Solo untuk mewujudkan mimpinya berkuliah dan mendaftar di UTP Surakarta. "Gaji Rp 900 ribu dari Kantor Perpajakan dan saat jual es, saya pakai biaya awal kuliah selama satu semester," ungkap bungsu dari tiga bersaudara itu.
Setelah masuk kuliah, Widri praktis tak lagi mempunyai pendapatan untuk membiayai kuliahnya. Uang di tangan yang tersisa Rp 800 ribu, kemudian digunakan untuk modal berjualan es sari kacang hijau di depan kampus tempatnya belajar.
"Setelah satu semester, saya ngga ada biaya lagi. Orangtua juga cuma tani dan ngga sanggup membiayai. Akhirnya saya jualan sari kacang ijo dan jual pakaian untuk mencukupi kebutuhan saya sendiri," akunya.
Bila mahasiswa lain berangkat ke kampus sekitar pukul 07.00, Widri pun sudah tiba di depan kampus sekitar pukul 06.00. Bukan untuk membaca buku kuliah atau mengerjakan tugas, tapi untuk membuka lapak es sari kacang hijau di sekitar pintu gerbang kampus.
Saat ada jam kuliah, Widri menutup sementara lapaknya dan menitipkannya pada Satpam kampus dan berjualan lagi setelah keluar kelas. Selain teman di kampusnya, pelanggan setianya adalah para dosen di UTP. Bahkan banyak di dosen pelanggannya yang memberikan uang lebih saat membeli es sari kacang hijaunya.
Selama berjualan es di kampus, Widri kadangkala harus menanggung rugi karena cuaca tidak bersahabat. Bila menghadapi situasi seperti itu, laki-laki itu pun memilih membagikan es kacang hijau pada teman-teman kuliahnya secara gratis.
Biasanya, lanjut Widri, sehari setelah membagi-bagikan es kacang hijaunya, dagangannya malah makin lancar dan laris. “Kalau rata-rata, sehari bisa mendapat keuntungan sekitar Rp 100 ribu. Cukup untuk biaya kuliah dan biaya hidup di Solo,” katanya.
Meski harus berjualan es di depan kampusnya dan para konsumennya adalah teman kuliahnya, Widri mengaku tidak pernah merasa rendah diri. Bahkan, ia makin termotivasi untuk belajar lebih baik. Hasilnya, ia berhasil menyelesaikan studinya hanya dalam tiga tahun sembilan bulan dengan predikat cumlaude.
Sebagai bentuk suka citanya menyelesaikan kuliah, setelah resmi diwisuda Senin (28/10/2013) lalu, Widri memenuhi nazarnya menggenjot becak dari Solo menuju Sragen dalam waktu empat jam.
Kini, putra ketiga dari pasangan Paino Notowiyono dan Mulyati tersebut ingin merantau ke Australia untuk belajar beternak sapi. Untuk mendukung cita-citanya, Widri kini harus bolak balik Solo-Kediri untuk kursus bahasa Inggris.
"Aku punya jiwa wirausaha yang tinggi dan menurutku beternak sapi itu prospeknya bagus," tandas peraih IPK 3,55. (galih priatmojo)

Sumber : Tribunnews

Luarbiasa...!!! Penjual Es Klamud dapat Menyekolahkan Anaknya di Kedokteran FK UGM

 Tiba-tiba pengen klamud murni, jadi mampirlah aku di tukang kelapa muda bawah pohon beringin dekat rumah kami. Karena aku pembeli satu-satunya, mengobrollah kami. 
Ternyata ibu ini sudah berjualan klamud 26 tahun, sejak anaknya masih umur 6 bulan. "Bu, mana ada usaha yang sekali jreng jadi, semua ya mulainya dari nol. Hasil 26 tahun itu ya lumayan Bu, anak kulo sekarang sudah mau jadi dokter di FK UGM. Puji Tuhan kan Bu?" Ck...ck...ck...ketekunan yang berbuah manis. 
Inspirasi siang bolong, matur nuwun, Ibu Penjual Kelapa.
 -Sebuah kesaksian dari Ibu Mariani Sutanto

Selasa, 27 Agustus 2013

Nick D'Aloisio, Remaja 17 Tahun Pencipta Aplikasi Rp 290 Miliar - Summly, Gara-gara Frustasi Saat Mengerjakan PR Sekolahnya

Keingintahuan, gairah, dan ketekunan membawa Nick D’Aloisio menjadi pusat perhatian dunia. Pekan lalu, Yahoo mengumumkan membeli aplikasi Summly yang dibuat remaja asal London berusia 17 tahun itu. Ia bahkan disebut majalah ”Forbes” sebagai salah satu dari ”30 entrepreneur berusia di bawah 30 tahun” yang perlu diperhatikan.

Yahoo tak membuka informasi berapa harga yang dibayar, namun banyak pihak memperkirakan nilainya sekitar 30 juta dollar AS (sekitar Rp 290 miliar). Summly adalah aplikasi dengan algoritma kompleks yang mampu meringkas berita panjang di daring dalam tiga paragraf pendek sehingga mudah dibaca di layar smartphone.

D’Aloisio membuat Summly karena frustrasi saat mengerjakan tugas sekolah. Ia kerepotan dengan banyaknya artikel tak relevan saat mencari bahan di internet. Hal itu mendorong dia mencari cara menyaring informasi.

”Saya tak sabar,” ujarnya. ”Seperti remaja generasiku, jika tak menarik, saya akan berhenti membaca. Saya hanya mau membaca hal-hal yang ingin saya ketahui dengan segera. Itu yang dilakukan Summly.”

Jagoan teknologi itu membangun Summly di meja belajar di kamarnya pada usia 15 tahun. Aplikasi itu telah diunduh jutaan kali dan meringkas setidaknya 90 juta berita sejak versi awal aplikasi diluncurkan dengan nama Trimit pada 2011.

Trimit yang muncul di Apple’s App Store dan langsung diserbu pengunduh menarik perhatian Horizons Ventures, perusahaan pemodal ventura milik jutawan Hongkong, Li Ka-shing, yang lalu berinvestasi 250.000 dollar AS.

Investasi itu mendatangkan investor lain, mulai aktor Ashton Kutcher, janda John Lennon, Yoko Ono, penulis dan penyiar kondang dari Inggris Stephen Fry, sampai raja media pemilik News Corp, Rupert Murdoch.

”Mereka ibarat berjudi dengan memberi modal saat saya berusia 15 tahun,” kata D’Aloisio merujuk investasi yang memungkinkan dia menggaji pegawai dan menyewa kantor. Namun, dia tetap menjadi pemilik saham terbesar Summly.

Summly, pengembangan dari Trimit, diluncurkan November 2012. Sebulan kemudian D’Aloisio dihubungi Yahoo dan sejumlah peminat lain.

Bagi remaja yang ingin menjadi entrepreneur, juga orangtua mereka, berita penjualan Summly yang spektakuler mengecilkan hati sekaligus menimbulkan kekaguman. Reaksi Brian Wong (21), salah satu pendiri Kiip, perusahaan periklanan di internet, mengundang senyum, ”Saya merasa tua!”

Beberapa tahun lalu, Wong diberitakan sebagai orang termuda yang mendapatkan modal ventura. Setelah itu bermunculan sejumlah anak muda. ”Nick memecahkan rekor kami,” kata Wong.

Ketertarikan D’Aloisio pada teknologi terjadi sejak usia dini. ”Saya tertarik detail, hal aneh, dan esoterik (yang hanya diminati kalangan terbatas),” katanya. ”Saya terobsesi untuk mendalami, komputer salah satunya.”

Pada usia lima tahun, D’Aloisio terpesona sistem galaksi dan Matahari sehingga ia hafal seluruh konstelasi. Usia sembilan tahun, ia mendapat komputer pertama. Pada usia 10 tahun, ia tertarik mengutak-atik peranti lunak pembuat film. Ia belajar coding (pemrograman) secara otodidak pada usia 12 tahun.

Sebelum Summly, ia membuat aplikasi lain untuk smartphone, termasuk SongStumblr, program pencari musik di internet, dan Facemood, program yang mampu memperkirakan suasana hati pengguna lewat status terbarunya di Facebook.

Kehidupan sosial

D’Aloisio adalah anak pasangan asal Australia. Dari Inggris, keluarganya kembali ke Melbourne tak lama setelah ia lahir. Saat D’Aloisio berusia tujuh tahun dan adiknya, Matthew, tiga tahun, keluarganya kembali ke Inggris.

Mereka menetap di Wimbledon, barat daya London. Ayahnya, Lou Motilla, Wakil Presiden Morgan Stanley, dan ibunya, Diana D’Aloisio, pengacara. Orangtuanya bukan ahli komputer, namun mereka mendukung minat putranya. Mereka bahkan mengizinkan dia cuti dari sekolah tahun lalu untuk fokus pada Summly. Sang ibu menemaninya dalam perjalanan bisnis ke sejumlah negara.

Minatnya tak terbatas pada komputer. Di sekolahnya, King’s College School, Wimbledon, ia belajar A-levels (persiapan masuk perguruan tinggi) untuk matematika, fisika, dan filsafat. Ia belajar bahasa Rusia dan Mandarin serta bercita-cita kuliah PPE (filsafat, politik, dan ekonomi) di Oxford. ”Pendidikan itu hal menarik bagi saya,” katanya.

Di luar urusan komputer dan bisnis, ia berkumpul dengan teman- teman pada akhir pekan untuk main rugbi dan kriket. ”Saya main di tim A saat berusia 14 tahun, tetapi kini tak lagi,” kata D’Aloisio yang punya pacar sejak 10 bulan lalu.

Apa yang dia lakukan dengan uang hasil penjualan Summly? Ia menjawab dengan serius, uang itu disimpan di dana perwalian sampai ia berusia 18 tahun. Dalam wawancara radio, ia mengaku terganggu dengan ramainya pembicaraan di Twitter soal tas yang akan dibelinya. ”Tas saya rusak, talinya hampir putus. Jadi ini bukan karena saya mendapat banyak uang.”

”Saya lebih suka menyimpan uang di bank. Kalaupun ada yang akan saya lakukan dengan uang itu, saya ingin melakukan angel investing (mendanai proyek para pemula di bidang teknologi),” ujar remaja langsing berambut coklat tua itu.

Saling menguntungkan

D’Aloisio menyatakan, tak ada masalah terkait hak cipta. Aplikasi ciptaannya, Summly, melakukan analisis statistik untuk meringkas berita. Ia menjalin kerja sama dengan sekitar 250 penerbit konten, termasuk Wall Street Journal milik News Corp. Perusahaan yang berbasis di New York itu membuat kontennya cocok dengan Summly.

Program itu menguntungkan perusahaan media. ”Kami memperkenalkan karya mereka kepada pembaca baru dari kalangan muda,” katanya.

”Jika pembaca suka ringkasannya, mereka akan membaca seluruh berita. Ini akan meningkatkan jumlah pembaca,” ujarnya. Namun, teknologi itu memiliki kelemahan, kadang aplikasi ini kesulitan memperpendek tulisan yang terlalu canggih.

Penjualan yang diumumkan pekan lalu adalah akuisisi Yahoo ke-5 dalam lima bulan terakhir. Ini upaya CEO Marissa Mayer menarik lebih banyak ahli teknologi untuk membangun pelayanan smartphone dan komputer tablet. Teknologi makin penting dan diyakini Mayer telah diabaikan perusahaan internet. Sementara ini Summly tak bisa diunduh, akan diintegrasikan dalam peranti lunak Yahoo.

D’Aloisio akan bekerja untuk Yahoo di London. Ini memungkinkannya menyelesaikan SMA. Ia mengaku bergairah bekerja pada ”perusahaan internet klasik” yang lebih tua dari dia. Yahoo didirikan tahun 1994.

D’Aloisio akan meningkatkan perhatian pada pentingnya pemrograman komputer dan berharap hal itu diajarkan di sekolah. Ia juga akan mengembangkan Summly, tak sekadar untuk meringkas berita. ”Saya berupaya agar Summly mampu meringkas Wikipedia, buku, blog, apa pun.”(AP/Reuters/Daily Telegraph/NY Times)

• Lahir: London, Inggris, 1 November 1996 • Pendidikan: King’s College School, Wimbledon, Inggris

Editor: Reza Wahyudi

Oleh: Atika Walujani Moedjiono  
Sumber: copas

Minggu, 30 Juni 2013

Cara Membuat Drop Down Laman

http://acep-computer-science.blogspot.com/2013/01/cara-gampang-buat-menu-drop-down.html#sthash.sjUmzfi2.dpuf

Kamis, 27 Juni 2013

Siapakah Andalanmu?




Tetapi carilah Kerajaan-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan juga kepadamu (Lukas 12:31)

X
iao Zheng ingin sekali memiliki iPad2, komputer tablet canggih, tetapi tidak punya uang. Suatu ketika, remaja China ini membaca iklan online yang menawarkan uang 29 juta rupiah bagi orang yang mau mendonorkan ginjalnya. Tanpa pikir panjang, Xiao Zheng menjual ginjalnya. Setelah dioperasi di rumah sakit, uang yang diperoleh ia habiskan untuk membeli iPad2, notebook, dan iPhone. Demi memiliki gadget dengan usia pakai hanya 5 tahun, ia korbankan organ tubuh yang diperlukan untuk hidup puluhan tahun!  

Inilah jebakan materialisme. Ketika materi dianggap sebagai hal yang terpenting, orang diperhamba olehnya. Apa pun dan siapa pun bisa dikorbankan demi mendapatkannya.
Tamak akan harta bisa mendorong kita melakukan apa yang salah. Atau, pergi ke tempat yang tidak seharusnya. Materialisme menawan dan memperhamba. Jangan biarkan ia bersarang dalam hati dan pikiran Anda! Materialisme memberi Anda pemahaman keliru bahwa Anda tidak bisa bahagia sebelum punya ini dan itu.
Ketamakan dapat melanda siapa saja. Bukan hanya orang yang berkuasa, orang miskin dan tidak memiliki kuasa juga bisa salah menyikapi harta di hidupnya. Ketamakan orang yang berkuasa menimbulkan tindak korupsi, ketamakan orang miskin menghalalkan pencurian dan mengorbankan sesuatu yang berharga demi apa yang diinginkan. Semua didasari oleh sikap mengandalkan harta, lebih dari mengandalkan Tuhan.     

Berlawanan dengan sikap hidup demikian, Tuhan Yesus mengajar orang beriman supaya memercayai pemeliharaan Allah di hidupnya. Tantangan-Nya agar orang menjual segala milik dan memberikan sedekah adalah jawaban radikal supaya orang bisa terlepas dari belenggu harta yang menghalanginya untuk menemukan Kerajaan Allah. Ketamakan manusia yang menimbun harta, akan menyebabkan ketidakseimbangan, ketidakadilan, dan kecemburuan sosial. Pesan ini tidak hanya berbicara pada zaman itu karena adanya ketimpangan sosial antara orang miskin yang tertindas oleh penjajah, dan kalangan orang kaya yang berkolusi dengan penguasa. Namun, juga berbicara untuk saat ini dan di negeri ini, di mana banyak terjadi kolusi antara para pemegang kuasa dan uang, untuk memperkaya diri.



Hidup yang mengandalkan Tuhan membuahkan sikap hidup mau berbagi. Sebaliknya, hidup yang mengandalkan harta membuat orang tamak dan mementingkan diri sendiri. Tuhan tahu kita memerlukan harta untuk hidup, tetapi harta itu sama sekali tak boleh menjadi andalan. Tuhan Yesus menghendaki agar kita mencari Kerajaan Allah lebih dulu, baru yang lain akan ditambahkan. Tuhan kita tak pernah ingkar janji. Maka, ketika kita mengandalkan pemeliharaan Tuhan, kita tak akan kecewa. (Renungan Harian)

Ketamakan adalah usaha memperoleh bagian hidup yang merusak hidup itu sendiri


(Bahan Pendewasaan Iman Warta Jemaat GKI Tegal  30 Juni 2013 - disadur dari Renungan Harian) 
 

Jumat, 29 Maret 2013

Kata-kata bijak

Kritik yang kontruktif mengungkapkan sesuatu yang baik & positif untuk memperhalus kritik atas kekurangan seseorang..- Paula Abdul, penyanyi, mantan juri American Idol.

Kamis, 28 Maret 2013

BUS 147: "Happy Ending atau Tragic Ending"


Seorang anggota pasukan khusus tampak berjingkat-jingkat dalam gerakan lambat.  Senapan serbu yang dia pegang ditodongkan tepat di belakang kepala sang penyandera. Dalam temaram lampu jalan, terdengar empat kali suara tembakan. Setelah itu kamera televisi yang menyiarkan langsung adegan tersebut tiba-tiba kehilangan gambar. Bersamaan dengan terdengarnya letusan, suasana berubah chaos. Masyarakat yang tegang setelah empat jam lebih menyaksikan peristiwa penyanderaan di dalam bus umum itu, segera meluapkan kemarahan mereka dengan menyerbu sang penyandera. Situasi menjadi tak terkendali. 

Dalam tayangan televisi kemudian terlihat sang penyandera diseret masuk ke dalam mobil polisi dan dilarikan setelah berhasil menerobos lautan manusia. Sementara gambar lain memperlihatkan perempuan yang disandera dibopong polisi dalam kondisi tewas dengan darah membasahi sekujur tubuhnya.
Adegan di atas merupakan klimaks dari drama penyanderaan sebuah bus di Rio de Janeiro, Brazil, yang disiarkan langsung hampir semua televisi di negeri itu dan disaksikan jutaan pasang mata penonton. Drama penyanderaan itu kemudian diangkat dalam film dokumenter berjudul “Bus 174”.
Film dokumenter yang mengguncang perasaan jutaan penonton itu saya saksikan di Festival Film Dokumenter di Erasmuis Huis Jakarta. Saat itu ada dua film dokumenter yang saya tonton, yang sangat kontradiktif antara film pertama dan film kedua.
Film kedua yang saya tonton berjudul “El Sistema” yang menggambarkan kehidupan anak-anak dan remaja di sebuah kampung  kumuh di jantung kota Venezeula, Amerika Latin. Ada persamaan antara film pertama dan film kedua. Sama-sama bercerita tentang anak-anak yang tinggal di kampung miskin. Tapi, akhir cerita kedua film itu berbeda bak langit dan bumi.
Di dalam film El Sistema digambarkan betapa kampung padat penduduk dengan gang-gang sempit itu merupakan perkampungan miskin yang sarat kejahatan. “Setiap hari saya melihat anak-anak di sini berdagang narkoba,” ujar seorang bocah yang diwawancarai. “Di sini juga anak-anak muda bawa pistol dan kerap terjadi baku tembak. Saya takut. Saya ingin keluar dari kampung ini.”
Untung ada sekolah musik gratis yang dirintis oleh Jose Antonio Abreu, seorang pemusik, aktivis, dan tokoh pendidik di negeri itu, yang berhasil menjadi lorong bagi anak-anak miskin di kampung itu untuk keluar dari kegelapan.

Dengan segala keterbatasan fasilitas dan dibantu para relawan yang sangat berdedikasi, anak-anak di kampung itu diajari bermain musik. Ujung dari semua itu, mereka kemudian berhasil tampil memukau dalam pertunjukkan orkestra berkelas dunia.
Sementara itu, Sandro do Nascimento, pemuda pembajak bus nomor 174 itu, tumbuh dalam situasi yang jauh berbeda. Pada saat usianya baru menggapai lima tahun, dia menyaksikan ibunya ditikam hingga tewas di depan matanya. Sejak itu Sandro kecil “melarikan diri” dari kehidupan kanak-kanak yang indah, dan “tenggelam” di jalanan. Bersama anggota geng lainnya, dia menjelajah kehidupan keras dari lampu merah ke lampu merah di Rio de Janeiro.
Pada saat usianya menanjak remaja, Sandro sudah berkali-kali masuk penjara. Di film dokumenter itu juga diungkapkan kondisi kamar-kamar penjara yang mengerikan. Selain kotor dan sempit, satu sel dijejali puluhan tahanan. “Bahkan untuk berdiri saja susah,” ujar reporter di film itu. “Sandro yang waktu itu masih remaja juga mengalami kondisi itu. Mereka tidur di sel dalam posisi berdiri.”
Di penjara ini pula dikisahkan Sandro mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Tak heran jika dalam salah satu teriakannya kepada para petugas hukum yang mengepung bus yang dibajaknya, Sandro menantang mereka. “Kalian sekarang takut kan? Mengapa kalian hanya berani ketika aku berada di dalam penjara?”
Jika kita hanya menonton adegan penyanderaan bus yang sangat mencekam itu, kita akan segera membenci dan menjadikan Sandro musuh bersama. Pikiran dan perasaan kita terwakilkan dari kemarahan masyarakat yang terlihat saat menonton penyanderaan tersebut.
Hampir semua orang yang diwawancarai mengecam petugas yang tidak juga menembak mati Sandro, pada saat dimana sang penyandera itu beberapa kali menjulurkan kepalanya keluar bus. Momen itu seharusnya dengan mudah dimanfaatkan  penembak jitu yang sudah mengepung bus tersebut untuk menembak kepala Sandro.
Tapi, pembuat film dokumenter tersebut agaknya ingin mengajak penonton untuk mundur ke belakang, menelusuri perjalanan hidup pemuda berkulit hitam ini. Penonton kemudian dibawa menyusuri kehidupan Sandro yang kelam. Dimulai ketika Sandro kecil menyaksikan ibunya tewas ditikam di depan matanya, melalui wawancara dengan bibi dan ibu angkatnya, penonton diajak untuk mengenal lebih jauh kehidupan Sandro. Di sinilah penonton seakan digiring untuk berempati terhadap nasib pemuda malang ini.
“Dia berada pada tempat dan waktu yang salah. Dia melihat sendiri ibunya ditikam berkali-kali, “ ujar sang bibi. “Sejak itu dia menyimpan amarah yang dalam. Bahkan pada saat pemakaman ibunya, dia tidak mau hadir,” sang bibi melanjutkan.
Film ini juga mencoba mengungkap sisi “manusia” dari Sandro melalui penuturan ibu angkatnya. Beberapa waktu sebelum peristiwa pembajakan bus tersebut, Sandro mengungkapkan kegembiraannya ketika  sang ibu angkat menawarinya menempati sebuah kamar sempit di rumah sang ibu angkat.
“Jadi, aku nanti punya kamar sendiri?” ujar Sandro seakan tidak percaya. “Aku juga punya jendela sendiri? Boleh menonton televisi kapan pun aku mau?” Kalimat itu meluncur dari mulut Sandro, yang sebagian besar hidupnya menggelandang di jalanan. “Aku akan pulang ke sini. Aku janji,” ujar Sandro pada ibu angkatnya. Tapi, apa lacur, setelah itu sang ibu angkat justru menyaksikan anak angkatnya itu di televisi, dalam siaran langsung, sedang menyandera sekelompok perempuan di sebuah bus umum bernomor 174. Dan sejak itu Sandro tak pernah kembali ke rumah itu lagi. Konon polisi terpaksa menembaknya di dalam mobil ketika dia mencoba melawan.
Menyaksikan kedua film tersebut membuat saya teringat pada anak-anak di Indonesia yang tumbuh di perkampungan miskin. Kondisi mereka tidak jauh berbeda dengan anak-anak di Venezuela maupun di Brazil di film itu. Mereka harus berjuang melawan kemiskinan dan kekerasan yang hadir setiap saat di sekitar mereka.
Menyaksikan kedua film tersebut membuat saya semakin tersadar, bahwa penanganan yang berbeda akan menghasilkan hal yang berbeda pula. Anak-anak di Venezuela yang lahir di perkampungan kumuh yang sarat kriminalitas, bisa menjadi anggota orkestra kelas dunia dengan keterampilan bermusik yang luar biasa. Mereka juga akhirnya berhasil keluar dari jebakan kemiskinan dan kriminalitas.
Sementara anak-anak di perkampungan di Rio de Jeneiro, yang kondisinya mirip perkampungan di Venezuela, terjebak dalam situasi yang berbeda. Mereka tumbuh liar dan berakhir tragis seperti kisah yang dialami Sandro. Film yang satu digambarkan “happy ending”, yang satu lagi “tragic ending”.

Kedua film itu seakan kembali mengingatkan kita semua bahwa nasib anak-anak itu juga tergantung pada sikap kita. Jika kita menutup mata hati kita, maka nasib anak-anak itu bisa seperti tokoh Sandro di film Bus 174. Sebaliknya, jika hati kita tergerak dan berempati terhadap nasib dan masa depan mereka,  maka terbentang harapan yang besar mereka akan tumbuh menjadi anak-anak yang berprestasi. Anak-anak yang punya masa depan yang lebih baik. 

Sumber: http://www.kickandy.com/corner/5/21/2381/read/Bus-174

Rabu, 27 Maret 2013

Nick D'Aloisio, Bocah 15 tahun, Miliuner baru di Yahoo! dengan aplikasi Summly



TEMPO.CO, London -- Salah satu pegawai terbaru Yahoo! adalah Nick D'Aloisio, seorang siswa sekolah menengah asal London, Inggris. Dia masih harus menyelesaikan sekolahnya satu setengah tahun lagi, tapi  koceknya telah menggembung dengan uang tunai mencapai ratusan miliar rupiah.
Menurut situs AllthingsD, Yahoo! membayar Nick D'Aloisio untuk aplikasi buatannya, yang bernama Summly, seharga sekitar US$ 30 juta (sekitar Rp 290 miliar). Sekitar 90 persen dibayarkan tunai dan sisanya dalam bentuk kepemilikan saham di Yahoo!.
"Mereka mengambil risiko besar dengan mempercayakan uangnya kepada saya," kata D'Aloisio kepada New York Times pada Senin waktu setempat. Nick merupakan pemegang saham utama di perusahaan yang hanya memiliki lima pegawai ini.
Investor lainnya adalah Ashton Kutcher, Yoko Ono, dan Wendi Murdoch. Satu lagi adalah Li Ka-shing, triliuner asal Hong Kong, yang ikut mendani Nick pada masa awal saat baru berusia 15 tahun.
Nick kabarnya bakal menjadi semacam juru bicara Yahoo! untuk menggaet para pengguna usia muda. Dia juga bakal ikut dalam tim inti untuk mengembangkan aplikasi ini sambil menyelesaikan sekolahnya di London. Namun, ada kabar bahwa Nick hanya berkewajiban menjalani tugasnya itu selama 18 bulan.
Aplikasi Summly telah diunduh sekitar satu juta kali dan sempat bertengger pada posisi teratas sebagai aplikasi paling dicari di Apple AppStore.
Keberhasilan Nick mengejutkan banyak orang. Brian Wong, pendiri Kiip yang berusia 21 tahun, tergelak melihat kesuksesan ini. "Saya merasa tua," kata dia.
Beberapa tahun sebelumnya, Wong diberitakan media sebagai orang termuda yang pernah mendapat kucuran dana dari para investor. "Nick memecahkan rekor usia," kata dia.
Nick sendiri cenderung enggan berbicara soal usianya. Menurut dia, aplikasinya itu mendapat sambutan karena menggunakan konsep yang kuat. "Orang-orang sepertinya masih meremehkan betapa besar hal ini nantinya dan luasnya kesempatan untuk berkembang," kata dia.
Ayah dan ibu Nick bukan berasal dari kalangan praktisi dunia digital. Ayahnya bekerja di Morgan Stanley, dan ibunya seorang pengacara. Namun, keduanya mendukung penuh rasa penasaran Nick akan dunia aplikasi sejak usia 12 tahun.
Dia lalu mulai menulis aplikasi yang disebutnya algoritma untuk membuat ringkasan otomatis. Dalam kata lain, aplikasi ini mencoba menjadi solusi atas masalah tl;dr: too long; didnt read. (terlalu panjang sehingga tidak dibaca).
Nick berharap dia bakal betah di Yahoo!. Dia mengaku menjadi investor juga terasa menyenangkan sambil terus menjalani hobi bermain kriket. Dia berharap bisa melanjutkan kuliahnya di Oxford, mengambil jurusan filsafat.
BUDI RIZA
sumber: http://id.berita.yahoo.com/nick-daloisio-bocah-miliuner-baru-dari-yahoo-141600961.html

Selasa, 26 Maret 2013

Warning Media Sosial !!!

Ghiboo.com - Penggunaan sosial media terus meningkat. Supaya terus eksis, banyak orang memiliki lebih dari satu akun sosial media.

Tapi, jadilah pengguna sosial media yang cerdas. Tidak semua yang ada di kehidupan Anda patut di-share kepada khalayak.
Meng-update status sebenarnya tidak perlu dan bisa menyakiti orang lain. Tidak ada yang peduli jika Anda memakan sandwich, tidak ada yang peduli jika Anda memanjat gunung berapi. Sebenarnya, dengan cara demikian (meng-update) tidak ada yang peduli juga meskipun Anda mati.


Anak-anak, hewan peliharaan, atau benda mati tidak perlu Anda buatkan akun Facebook atau Twitter. Terlebih lagi ada bahaya pedofil.
Tidak ada seorang pun yang ingin melihat argumentasi atau obrolan Anda dengan kekasih Anda di wall Facebook atau lini masa Twitter.
Jangan memberi tahu Anda akan pergi ke satu tempat via Facebook atau Twitter. Tak perlu jugalah, terlebih jika bukan darurat, Anda check in ke Foursquare. Meng-update lokasi sama saja memberi tahu 'teman-teman' Anda bahwa rumah Anda kosong. Siapa tahu ada di antara 'teman-teman' itu ingin masuk dan mengambil barang-barang Anda. (ins)
(Esquire Indonesia edisi November 2012)


4 Perilaku di Facebook yang Paling Menganggu

 


Bertemu kembali teman lama maupun mencari teman baru di media sosial memang menyenangkan. Tapi jangan sampai Anda terjebak menjadi teman yang menyebalkan di dunia maya.

Facebook merupakan jejaring sosial yang paling umum digunakan di Indonesia. Setidaknya diperkirakan ada lebih dari 40 juta pengguna Facebook yang berasal dari Indonesia. Semakin banyak yang menggunakan tentu semakin banyak dinamika yang terjadi. Menurut survey yang pernah dilakukan oleh perusahaan Eversave di Amerika terhadap 400 wanita, setidaknya 85% merasa terganggu dengan teman Facebook mereka.

Nah, jangan sampai Anda masuk menjadi kategori teman yang menyebalkan tersebut. Jika banyak teman mulai tak merespon, memutus pertemanan, atau menghindari Anda, jangan-jangan Anda melakukan 6 hal yang dianggap menyebalkan ini.

Terlalu Sering

Tak semua orang perlu tahu kegiatan Anda detik per detik. Berbagilah kabar yang ingin didengar orang atau penting. Lima menit sekali memasang status tentang kegiatan dan perasaan Anda akan membuat timeline teman Anda penuh. Tentu menjadi hal yang menyebalkan ketika kita membuka halaman Facebook dan separuh berita terbaru hanya berasal dari 1 orang yang sama. "Selamat pagi, mari berangkat kerja". "Duhh jalanannya macet banget". "Akhirnyaa sampai juga di kantor". "Duh, bos pagi-pagi udah marah-marah". Jika status tersebut dikirim berturut-turut dalam jarak yang dekat tentu menganggu timeline teman Anda. Pikirkan dengan baik sebelum mengirim status baru, "apakah seluruh dunia perlu tahu tentang hal tersebut?"

Update otomatis

Satu kebiasaan di Facebook yang sangat menyebalkan adalah membiarkan aplikasi melakukan update otomatis pada status Anda. Update tentang game, quiz, atau aplikasi Facebook lain yang dilakukan terlalu sering, sangat menganggu timeline teman Anda. "XXX membutuhkan palu untuk menyelesaikan gedung barunya." "XXX baru saja mendapat 500 poin dari game x". "XXX baru saja mencetak skor tertinggi di game x". Terlalu sering membanjiri timeline teman Anda dengan update tersebut tentunya sangat menganggu dan pastinya tidak semua orang mau tahu tentang kabar terbaru Anda di game tersebut.

Salah satu keluhan lain yang sering didengar adalah update silang yang seringkali tidak tepat. Jika Anda pengguna twitter aktif, sebaiknya berpikir ulang untuk mengaktifkan auto update Twitter Anda ke Facebook. Tidak semua pengguna Facebook adalah pengguna Twitter. Seringkali teman Anda malah tidak mengerti update Anda yang bahasanya agak berbeda dengan update di Facebook. Bijaksanalah dalam berbagi konten Anda ke media sosial. Jangan sampai Anda malah dijauhi karena terlalu sering menyalakan posting otomatis dari akun media sosial lain yang tidak dimengerti oleh teman Facebook Anda.

Sembarang tag

Semangat mendirikan bisnis toko online jangan membuat Anda kehilangan etika berteman atau malah dijauhi teman. Salah satu keluhan paling umum adalah mendapat tag foto dari barang-barang jualan teman terlalu sering. Saat ini sudah banyak cara yang lebih menyenangkan untuk berjualan online. Sebisa mungkin pisahkan akun toko online Anda dengan akun pribadi. Teman Anda tentu lebih senang melihat update kabar tentang Anda daripada hanya melulu melihat koleksi terbaru toko Anda. Gunakan aplikasi dan halaman yang tepat untuk bisnis Anda. Dengan begitu, Anda bisa lebih mengembangkan bisnis Anda dan mencari pembeli yang tepat sasaran tanpa harus membuat teman Anda terganggu.

Selain online shop, sebisa mungkin jangan tag teman yang tidak ada dalam foto. Apalagi jika foto tersebut dibanjiri komentar. Teman Anda yang tidak tertarik bisa merasa terganggu dengan notifikasi yang masuk, padahal ia tak ada hubungannya dengan foto tersebut.

Pamer dan mengeluh

Ada tiga 'terlalu' yang sangat menganggu ketika Anda mengirim status Facebook. Terlalu sering mengeluh, terlalu sering pamer, dan terlalu sering update. "Terlalu' yang ketiga sudah dibahas pada poin pertama. Intinya, jangan terlalu sering mengirim status baru yang tidak semua orang perlu tahu. Tak ada salahnya berbagi kebahagiaan tentang hadirnya si kecil, tapi terlalu sering mengupdate tentang si kecil juga tidak disarankan. Daripada sekadar meng-update "Senangnya nemenin si kecil makan siang", lebih baik sekali-sekali berikan tips tentang memberi makan anak atau tips lainnya yang Anda peroleh dari referensi atau dokter anak Anda. Dengan begitu, status Anda tak sekadar dianggap sebagai kabar terbaru tapi juga memiliki manfaat untuk yang membaca.

Terlalu yang kedua adalah terlalu sering mengeluh. Isi status Anda hanya dipenuhi keluhan sepanjang hari. Hujan salah, mendung salah, lapar salah, kenyang salah juga. Jangan sampai Anda dikenal sebagai awan kelabu di timeline teman Anda. Untuk Anda yang masih single, bisa jadi status-status tersebut bukan memancing simpati tetapi justru membuat orang menarik diri dari Anda. Siapa juga yang tertarik pada orang yang hobinya hanya mengeluh?

Kebalikannya dari si pengeluh adalah si tukang pamer. Status teman yang satu ini biasanya hanya berakhir sebagai bahan gunjingan. Sesekali tak ada salahnya berbagi kabar bahagia kepada teman Anda, tapi perhatikan bahasa yang digunakan. Jangan sampai Anda dicap sebagai tukang pamer karena terlalu sering memamerkan apapun yang terjadi dalam hidup Anda. Tentu tak semua orang memiliki hidup yang 'sempurna' seperti Anda, sebaiknya tahan diri untuk selalu bersikap pamer.

Pamer juga termasuk dalam urusan asmara. Bertengkar dengan pacar, putus, atau sedang dalam konflik sebaiknya tak perlu dipamerkan di Facebook. Menulis kata-kata kasar di wall pacar, meng-update status yang menjelek-jelekan pacar, dan hal-hal serupa tak perlu dilakukan di Facebook. Gunakan jalur pribadi untuk percakapan yang sifatnya pribadi. Jika salah dimengerti, pendapat orang tentang Anda tentu bisa bergeser menjadi negatif ketika membaca status perang Anda dengan kekasih di Facebook.