TRIBUNNEWS.COM SOLO  
 Untuk menutup biaya hidup di Solo dan membayar biaya kuliah, Widri jual
 es Sari kacang Ijo di kampusnya. Meski begitu, ia tak malu dan malah 
memotivasinya belajar lebih giat. Hasilnya, laki-laki asal Sragen itu 
lulus dengan predikat cumlaude.
Mengenakan pakaian olahraga berwarna merah putih, Witri Suwanto (26), menyambut kedatangan Tribun Jateng di lorong kampus 
Universitas Tunas Pembangunan (UTP) Surakarta, Rabu (30/10/2013).
Setelah
 berbasa-basi, obrolan berlanjut ke acara wisuda yang digelar pada Senin
 (28/10/2013). “Alhamdulillah, saya lulus dengan predikat cumlaude,” 
katanya.
Warga kampung Jagan, Gentan Banaran, Plupuh, Sragen itu 
lulus dari bangku kuliah setelah menyelesaikan seluruh mata kuliah di 
Jurusan Pendidikan Keolahragaan, spesifikasi Tenis, selama tiga tahun 
sembilan bulan. “Targetnya bisa lulus 3,5 tahun meleset,” ujar remaja 
yang memeroleh nilai A pada 18 mata kuliah tersebut.
Widri 
sebenarnya sudah lulus SMA pada 2006, tapi baru bisa kuliah 2009. Selama
 tiga tahun, ia harus bekerja untuk menyiapkan biaya masuk kuliah. Saat 
sudah resmi menjadi mahasiswa UTP, ia membiayai seluruh kebutuhan 
pendidikannya dari cucuran keringat berjualan es sari kacang hijau.
Widri
 menceritakan, ia mulai merintis usaha berjualan es Sari kacang hijau 
sejak lulus SMA. Saat itu, ia melihat peluang berdagang di depan kampus 
UTP. Setelah beberapa lama berjualan es, ia mendapat tawaran bekerja 
sebagai marbot (penjaga masjid) di Masjid Kantor Pajak Yogyakarta.
Setelah
 tiga tahun mengabdi bekerja di Yogyakarta dan bisa menabung. Widri pun 
memutuskan hijrah ke Solo untuk mewujudkan mimpinya berkuliah dan 
mendaftar di UTP Surakarta. "Gaji Rp 900 ribu dari Kantor Perpajakan dan
 saat jual es, saya pakai biaya awal kuliah selama satu semester," 
ungkap bungsu dari tiga bersaudara itu.
Setelah masuk kuliah, 
Widri praktis tak lagi mempunyai pendapatan untuk membiayai kuliahnya. 
Uang di tangan yang tersisa Rp 800 ribu, kemudian digunakan untuk modal 
berjualan es sari kacang hijau di depan kampus tempatnya belajar.
"Setelah
 satu semester, saya ngga ada biaya lagi. Orangtua juga cuma tani dan 
ngga sanggup membiayai. Akhirnya saya jualan sari kacang ijo dan jual 
pakaian untuk mencukupi kebutuhan saya sendiri," akunya.
Bila 
mahasiswa lain berangkat ke kampus sekitar pukul 07.00, Widri pun sudah 
tiba di depan kampus sekitar pukul 06.00. Bukan untuk membaca buku 
kuliah atau mengerjakan tugas, tapi untuk membuka lapak es sari kacang 
hijau di sekitar pintu gerbang kampus.
Saat ada jam kuliah, Widri 
menutup sementara lapaknya dan menitipkannya pada Satpam kampus dan 
berjualan lagi setelah keluar kelas. Selain teman di kampusnya, 
pelanggan setianya adalah para dosen di UTP. Bahkan banyak di dosen 
pelanggannya yang memberikan uang lebih saat membeli es sari kacang 
hijaunya.
Selama berjualan es di kampus, Widri kadangkala harus 
menanggung rugi karena cuaca tidak bersahabat. Bila menghadapi situasi 
seperti itu, laki-laki itu pun memilih membagikan es kacang hijau pada 
teman-teman kuliahnya secara gratis.
Biasanya, lanjut Widri, 
sehari setelah membagi-bagikan es kacang hijaunya, dagangannya malah 
makin lancar dan laris. “Kalau rata-rata, sehari bisa mendapat 
keuntungan sekitar Rp 100 ribu. Cukup untuk biaya kuliah dan biaya hidup
 di Solo,” katanya.
Meski harus berjualan es di depan kampusnya 
dan para konsumennya adalah teman kuliahnya, Widri mengaku tidak pernah 
merasa rendah diri. Bahkan, ia makin termotivasi untuk belajar lebih 
baik. Hasilnya, ia berhasil menyelesaikan studinya hanya dalam tiga 
tahun sembilan bulan dengan predikat cumlaude.
Sebagai bentuk suka
 citanya menyelesaikan kuliah, setelah resmi diwisuda Senin (28/10/2013)
 lalu, Widri memenuhi nazarnya menggenjot becak dari Solo menuju Sragen 
dalam waktu empat jam.
Kini, putra ketiga dari pasangan Paino 
Notowiyono dan Mulyati tersebut ingin merantau ke Australia untuk 
belajar beternak sapi. Untuk mendukung cita-citanya, Widri kini harus 
bolak balik Solo-Kediri untuk kursus bahasa Inggris.
"Aku punya 
jiwa wirausaha yang tinggi dan menurutku beternak sapi itu prospeknya 
bagus," tandas peraih IPK 3,55. (galih priatmojo)
Sumber : 
Tribunnews 
 
0 komentar:
Posting Komentar