REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjadi pramusaji di sebuah warung tenda
pecel lele menjadi keseharian Farianda Kharisma Putra (20) sejak tiga
tahun lalu.
Mahasiswa semester lima Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam Jurusan Ekonomi Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah,
Palembang, ini tak pernah malu dengan pekerjaannya itu.
"Pernah
ada teman sesama kuliah kebetulan makan, dan saya layani. Ada rasa tidak
enak juga, tapi segera saya tepis. Mengapa malu melakukan pekerjaan
yang benar, kita malu jika mengerjakan yang salah," kata Fari, sapaan
akrabnya.
Meski menyandang status sebagai mahasiswa, pekerjaan sebagai pelayan restoran ini tidak menurunkan semangat dan harga dirinya.
Ia tercatat sebagai mahasiswa berprestasi dengan memperoleh IPK rata-rata tiap semester 3,8.
Tak
hanya pintar secara akademik, anak pertama dari dua bersaudara ini juga
aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan, di antaranya Pusat
Kajian Ekonomi Islam UIN Raden Fatah, dan Ketua Bidang Pendidikan
Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Islam.
Fari juga menjadi salah
seorang mahasiswa penerima beasiswa Bank Indonesia dalam program
Generasi Baru Indonesia pada tahun ini. Ia menerima bantuan biaya
pendidikan sebesar Rp6 juta.
"Uang diterima dua kali dalam satu
tahun dan sudah masuk semua ke rekening. Tapi, saya tidak mau pakai
dulu. Untuk nanti saja, ketika lagi skripsi," katanya.
Ini bukan
kali pertama Fari mendapatkan beasiswa. Alumnus SMA Pembina ini juga
mendapatkan bantuan pendidikan dari PT Pusri ketika di sekolah menengah
atas berkat prestasinya yang selalu menjadi juara pertama.
Ketika
ditanya bagaimana ia tetap menjaga prestasi pendidikan di tengah
kesibukannya sebagai pramusaji, Fari tidak menampik juga dilanda
kesulitan. Namun, keadaan itu segera teratasi lantaran dia memegang
prinsip untuk lebih mengutamakan pendidikan.
"Saya sempat
keteteran saat semester tiga dan empat karena pada masa itu jadwal
belajarnya pagi, sementara pulang kerja terkadang jam 02.00 dini hari.
Tapi, lambat laun ketemu sendiri iramanya," ujarnya.
Bantu Keuangan Keluarga
Sejak
bekerja sebagai pramusaji itu, Fari otomatis tidak lagi memberatkan
kedua orangtuanya. Baginya, ini menjadi keberkahan di tengah kondisi
ekonomi keluarga yang tengah limbung.
Sang ayah, Karmin Ks (54) kini terbaring sakit dan sudah pensiun dari pekerjaan sebagai wartawan di harian lokal.
"Semula
ibu yang menggantikan peran ayah dengan berjualan gorengan di rumah,
tapi karena kondisi ayah makin memprihatinkan jadi saya suruh ibu untuk
fokus mengurus ayah saja," katanya.
Kini, dalam suasana ekonomi
tidak stabil tersebut, Fari bertindak sebagai penopang kebutuhan
keuangan keluarga. Penghasilannya sebesar Rp600.000 per bulan digunakan
sebagian besar untuk kebutuhan keluarga.
Beruntung baginya mendapat kesempatan berbisnis online penjualan pakaian dengan cara berbagi modal kerja dengan seorang teman.
"Ada sedikit-sedikit untung dari jual pakaian, ambil barang dari teman di Bandung.
Kelebihan ini biasanya ditabung dan bantu biaya sekolah adik yang masih SMP," ujarnya.
Di
tengah perjalanan hidupnya yang tidak seenak remaja lain, Fari tetap
optimistis dalam menatap hari depan. Baginya yang terpenting adalah
kemauan untuk berusaha.
"Orang bilang kuliah itu mahal, tapi bagi saya tidak. Asal mau berusaha, kita bisa membiayai kuliah sendiri," ujarnya.
Fari
pun menjadi sosok yang berbeda dibandingkan rekan-rekannya, karena ia
telah merancang rencana menjadi pengusaha seusai menamatkan pendidikan.
Baginya, pengetahuan mengenai ekonomi Islam dapat dijadikan dasar dalam berbisnis.
"Orang
sering salah mengartikan dengan menyebutkan ekonomi Islam sebagai salah
satu pilihan, tapi yang sebenarnya ekonomi Islam itu adalah solusi,"
kata Fari menjelaskan dengan berbahasa Inggris. (Dolly Rosana)
Sumber : Republika
Pokemon GO
-
Setelah pertama datang dengan ide untuk Pokemon pada tahun 1990, Satoshi
Tajiri bekerja selama hampir enam tahun lebih game asli. Sekarang 34, ia
berdasark...
8 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar